TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Perusahaan jasa kontraktor minyak, Schlumberger Ltd merasakan betul dampak dari penurunan harga minyak dunia. Akibat pendapatannya merosot, perusahaan tersebut mengambil keputusan memangkas jumlah karyawan demi menekan biaya operasional.
Seperti diberitakan Financial Times, Jumat (22/1), pendapatan Schlumberger terpuruk karena harga minyak WTI yang menjadi patokan di Amerika Serikat (AS) anjlok hingga di bawah 30 dollar AS per barel.
Padahal, Schlumberger sempat menikmati kejayaan saat harga minyak bertengger di atas 100 dollar AS per barel. Dari laporan keuangan akhir tahun 2015, Schlumberger melaporkan pendapatan sebesar 35,47 miliar dollar AS.
Jumlah tersebut turun 27 persen jika dibandingkan tahun 2014 yang senilai 48,58 miliar dollar AS. Schlumberger pun telah memangkas sekitar 10.000 orang karyawannya pada kuartal IV 2015 lalu.
Alhasil, sejak November 2014 lalu, perusahaan yang bermarkas di New York itu sudah merumahkan 34.000 orang karyawan, dari total pekerjanya yang berjumlah 95.000 orang di seluruh dunia.
Akibat penurunan harga saham, manajemen Schlumberger juga telah mengalokasikan dana sebesar 10 miliar dollar AS bagi aksi pembelian kembali saham (buyback). Meski berupaya menekan beban, namun nyatanya perusahaan ini tidak bosan-bosan melakukan aksi korporasi.
Schlumberger diberitakan juga telah menyepakati pembelian Cameron International Corp senilai 14,8 miliar dollar AS pada tahun 2015. Pasca akuisisi, Schlumberger dan Cameron berencana menggabungkan diri alias merger.
Direktur Keuangan Schlumberger Simon Ayat beberapa waktu lalu mengatakan, peleburan dua entitas ini akan menghemat ongkos produksi hingga 900 juta dollar AS dalam tempo dua tahun pertama. Transaksi ditargetkan rampung pada kuartal I 2016.
Kedua entitas optimistis, transaksi tersebut bakal mendapat restu regulator dan terbebas dari potensi tudingan monopoli. Alasannya, dua perusahaan itu bergerak di bisnis yang mirip namun menawarkan jasa yang berbeda.
Cameron adalah penyedia jasa eksplorasi terbesar di dunia yang mengontrol aliran minyak bawah tanah. Sejatinya, sebelum memutuskan merger, Schlumberger dan Cameron sudah berkongsi di ladang migas di Texas, AS.(Yuwono Triatmodjo)