TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di antara pembaca, sekali waktu pernah mengalami kejadian tidak mengenakkan ketika bepergian dengan menggunakan pesawat terbang.
Salah satu maskapai yang "hobi delay" adalah maskapai berbiaya murah, Lion Air.
Kadang muncul pertanyaan, apakah memang pelayanan dalam hal ketepatan waktu itu menjadi layak dengan dangkalnya kocek yang dirogoh?
Atas hal itu, Direktur Umum Lion Air Edward Sirait berbagi cerita seputar kebiasan delay pada Lion Air.
“Kalau delay, iya (sering delay). Lion Air terbang 500-600 flight per hari dan dari situ 60-80 penerbangan mengalami delay. Hal itu kami pelajari terus, bagaimana meminimalkan, termasuk melakukan perbaikan rotasi pesawat,” kata dia, Selasa malam (9/2/2016).
Membandingkan dengan maskapai lain yang masih satu grup dengan Lion Air, yaitu Batik Air, Edo menuturkan sebenarnya bisa saja keterlambatan-keterlambatan penerbangan Lion Air dikurangi.
“Tapi kenapa bisa (Lion sering delay)? Memang produk Lion itu kami buat ketat, biar bisa masuk skema produksi yang memang mumpuni,” jelas Edo.
Edward Sirait juga mengungkapkan tidak ada masalah dengan rasio antara jumlah pilot dengan armada yang dimiliki Lion Air.
Dia menegaskan setiap penambahan pesawat, manajemen wajib menambah kru termasuk pilot.
“Kalau enggak ada krunya, ya kita enggak dapat izin nambah pesawat. Tapi kalau tiba-tiba ada pilot sakit dalam jumlah banyak bersamaan, itu mungkin saja terjadi,” ucapnya.
Dua tahun sejak 2014, on time performance (OTP) atau kinerja ketepatan waktu Lion Air tercatat 76 persen.
Pihak manajemen menyatakan bahwa angka tersebut masih bisa ditoleransi, lantaran maskapai terbaik di dunia pun OTP-nya maksimal 95 persen.
“Dan itu (100 persen) enggak mungkin tercapai. (Karena) Ada faktor cuaca dan kerusakan pesawat, ada faktor operasional bandara. Belum lagi di Indonesia, ada banjir, hujan,” kata Edward Sirait.