TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Lembaga pemeringkat Standard & Poor's atau S&P berpandangan bahwa perlambatan perekonomian di Indonesia akan membatasi pertumbuhan industri keuangan syariah.
Menurut laporan S&P, perlambatan yang terjadi di sektor ini pada 2015 akan berlanjut di 2016.
S&P melihat ada tiga faktor penghambat utama bertumbuhnya industri keuangan syariah di Indonesia.
Pertama, akibat perlambatan perekonomian Indonesia, yang berimbas ke perbankan syariah dan perbankan konvensional.
Kedua, pasar keuangan syariah Indonesia masih kecil dibandingkan industri keuangan di negara ini.
Dengan ukurannya yang kecil, pasar keuangan syariah kehilangan kapasitas untuk mendapatkan keuntungan dari banyaknya entitas korporasi dan aneka proyek infrastruktur.
Ketiga, kerangka perundangan di industri keuangan syariah masih dikembangkan, serta kurangnya sumber daya manusia berkualitas di area ini.
S&P melihat bahwa perbankan syariah lokal di Indonesia akan mendapatkan kesempatan untuk bertumbuh dalam jangka menengah, dengan prospek pertumbuhan yang sehat.
Sebab, Indonesia sendiri merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan penetrasi perbankan masih rendah.
Sebagai tambahan, ada aneka proyek infrastruktur energi dan transportasi yang mendorong investasi hingga 40-50 miliar dollar AS per tahun dalam beberapa tahun kedepan.
"Kami menilai beberapa pendanaan untuk proyek infrastruktur bisa berasal dari perbankan syariah, atau dari pendanaan syariah multilateral atau bilateral, atau dari sukuk," tulis S&P, dalam rilisnya kepada KOMPAS.com, Jumat (19/02/2016).
S&P juga menilai, upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan keuangan syariah juga positif.
Aprillia Ika Aset perbankan syariah di Indonesia, menurut laporan Standard & Poor's 2016.
Melambat
Setelah lima tahun mengalami pertumbuhan signifikan, industri keuangan syariah di Indonesia mengalami stagnasi pada 2015.
Aset perbankan syariah naik 35,5 persen secara agregat dari 2010-2014. tapi tetap sepanjang semester I 2015 dibanding pertumbuhan 5 persen untuk perbankan konvensional.
Perlambatan keuangan syariah di Indoensia diakibatkan perlambatan perekonomian, lemahnya konsumsi domestik, rendahnya investasi, serta perlambatan ekonomi China.
"Kami berpendapat pada 2016 hal yang sama terjadi," tulis S&P.
Pada tahun ini, bank terus mencoba menaikkan suku bunga dan jatuhnya harga minyak mempengaruhi investasi utama dalam ekspor minyak di negara ini.
"Kami berfikir, aksi pemerintah untuk menerbitkan sukuk bisa membantu mengatasi hambatan ini," lanjut S&P.
Penulis : Aprillia Ika