TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pembatasan harga untuk rumah subsidi sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No 113/PMK.03/2014.
Saat ini, pemerintah tengah mengkaji untuk perubahan batasan harganya dari semula maksimal Rp 114 juta per unit menjadi rentang Rp 114 juta-Rp 250 juta per unit.
Dalam peraturan ini, harga rumah subisidi tidak akan berubah kecuali dengan kenaikan tertentu yang juga sudah ditetapkan yaitu 5-6%.
Setelah harga rumah subisidi, pemerintah kemungkinan akan memberlakukan pembatasan yang sama pada rumah komersial.
"Namun batasan harga untuk rumah komersial harus ekstra hati-hati. Jangan sampai pengaturan ini justru nanti berdampak negatif," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus di Jakarta, Jumat (19/2).
Maurin menuturkan, yang harus dipikirkan adalah bagaimana pengaturan harga rumah komersial tanpa menimbulkan preseden tertentu terhadap pasar dan bisnis properti secara umum. Ia mencontohkan, apakah akan disamakan secara nasional atau per regional.
Pasalnya, saat ini di satu daerah saja sudah berbeda, begitu juga di kabupaten atau kecamatan. Di Jakarta, sebut Maurin, harga properti sangat beragam, padahal masih dalam satu provinsi.
Untuk itu, ia menyarankan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menganalisa faktor-faktor pembatasan harga rumah komersial ini.
"Kementerian PUPR juga bisa berikan analisa harga karena ada indeks harga konstruksi, dan pusat penelitian pengembangan permukiman (puslitbang) ada," kata Maurin.
Saat ini, jelas dia, harga rumah sangat bergantung pada mekanisme pasar. Untuk itu, agar efisien, alokasi pembatasan harga mungkin bisa melalui mekanisme ini. (Arimbi Ramadhiani)