Laporan Wartawan Tribunnews Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha memprotes kebijakan PT Pelindo II (Persero) yang akan menerapkan kenaikan tarif progresif 900 persen biaya penyimpanan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok.
Kebijakan tarif yang berlaku sejak 1 Maret 2016 ini, memberlakukan kenaikan tarif progresif pada hari ke-2 pasca kontainer tiba di pelabuhan.
Rico Rustombi, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik dan Supply Chain mengatakan, Keputusan yang berlaku sejak 1 Maret 2016 ini benar-benar menohok para pengusaha dan membuat mereka kelimpungan.
"Kami menyatukan pendapat dan ada satu kesimpulan bahwa keputusan Pelindo II itu harus dicabut,” kata Rico di Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Kesimpulan ini diperoleh saat Kadin Indonesia bertemu sejumlah asosiasi untuk membahas dan mencari jalan keluar atas keputusan Direksi PT Pelindo II ini.
Selain Rico, tampak hadir dari Komisi Tetap Kadin Indonesia yakni Herry Susanto, Elisa Lumbantoruan dan Benny Woenardi.
Dari asosiasi yang hadir dalam acara bertajuk ‘Konsolidasi Kadin dengan Asosiasi’ di antaranya Gunadi sindhuwinata (AISI), Joko Bagio (GAIKINDO), Harry Kalisaran (APBI-BAN), Binsar Marpaung (APRISINDO), Ernovian G. Ismy (API), Benny Sutrisno (GPEI), Iwan Djunaedi (HKI), Mintardjo Halim (APINDO), Heryanto (GB- Elektronika), Dharma Surjaputra (APJP), Mahendra Rianto (ALI), Redma Gita Wirawasta, (APSYFI) dan Edward (APJP).
Rico menegaskan Kadin Indonesia akan menindaklanjuti pertemuan ini dengan membuat satu proposal yang utuh lengkap kajian akademis terkait kebijakan kenaikan tarif progresif 900 persen.
Tujuannya agar ada acuannya. Selain kesepakatan dari seluruh asosiasi maupun dari sisi akademisnya.
“Kami akan kirim instansi-instansi terkait mulai dari Menko Perekonomian, Menko Maritim dan Sumber Daya, Menteri Perhubungan, Menteri BUMN dan kita juga akan meminta waktu untuk hearing dengan DPR,” ujarnya.
Rico menilai kebijakan Pelindo II itu sangat tidak fair dan sangat membebani para pelaku usaha, terutama para importir.
Bisa dibayangkan industri tekstil, sepatu dan alas kaki serta pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP), volume impornya telah mencapai sekitar 80 persen.
“Kebayang bahwa mereka akan benar-benar kelimpungan dengan adanya kebijakan tarif progresif 900 persen ini. Karena itu, kebijakan Pelindo II ini memang harus dicabut,” kata Rico.
Di sisi lain, Rico juga tak bisa menerima alasan jika pemberlakuan tarif progresif 900 persen akan mampu menurunkan dwelling time.
Pasalnya, dwelling time dan tarif progresif ini merupakan dua hal yang berbeda dimana masing-masing ada konsekuensinya.
“Kami semua setuju bahwa dwelling time harus diturunkan dengan adanya pinalti tapi bukan di hari ke-2. Harusnya dikembalikan ke peraturan sebelumnya. Kami juga mendesak agar kebijakan tarif progresif itu harus dicabut,” ujarnya.
Dalam aturan sebelumnya menyebutkan bahwa untuk proses bongkar pada hari ke- 1 hingga ke-3, free charge alias gratis.
Sedangkan untuk penumpukan kontainer di hari ke-4 sampai ke-7 dikenakan tarif 500 persen dan di atas 7 hari sebesar 700 persen.
Sedangkan dalam beleid yang berlaku sejak 1 Maret 2016 ini menetapkan kenaikan tarif jasa penumpukan petikemas isi impor ini langsung hingga 900 persen untuk proses bongkar di hari ke-2.
“Jika mengacu pada pedoman tarif penumpukan kontainer import baik 20 feet maupun 40 feet yang berlaku per Maret 2016 terlihat tarif di Pelabuhan Tanjung Priok, Indonesia termahal jika dibandingkan pelabuhan yang ada di negara-negara Asean,” ujar Rico.
Hanya free charge di hari pertama, dengan berlakunya kebijakan tarif progresig sejak 1 Maret 2016, PT Pelindo II sebagai operator Pelabuhan Tanjung Priok menetapkan tarif hari ke-2 dan seterusnya sebesar 900 persen dari tarif dasar atau setara dengan US$ 20 (20 feet) dan US$ (40 feet) per box per harinya.
Tak hanya itu, masih ada sejumlah biaya-biaya tambahan, mulai pelayanan jasa peti kemas isi, baik ekspor maupun impor sebesar antara Rp 65.000/box – Rp 75.000/box yang dipungut oleh para terminal di Pelabuhan Tanjung Priok.
Lalu untuk pemindahan lokasi kontainer sekitar Rp 3 juta per kontainer 40 feet dengan rinciannya biaya trucking, lift off lift on dan biaya-biaya lainnya tapi belum termasuk biaya cost recovery.
"Jadi kebayang berapa mahalnya biaya yang sangat membebani para pelaku usaha," katanya.
Sekretaris Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jawa Barat, Trismawan Sanjaya menambahkan, adanya pemberian sanksi berupa denda tinggi bagi importir yang diduga dengan sengaja memanfaatkan pelabuhan untuk menyimpan kontainer atau barang mereka memang sangat diperlukan.
"Namun, bukan pada hari ke-2. Itu justru akan menimbulkan masalah baru lagi. Ya setidaknya diberlakukan pada hari ke-5,” ujarnya.