TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo perlu mengevaluasi Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi terkait pengelolaan Blok Masela.
Hal itu terungkap dalam diskusi terbatas beberapa aktivis muda Maluku di Jakarta, kemarin, seperti Angky Dahoklory (Maluku Barat Daya), Paman Nurlette (Anak Adat Alifuru Maluku), Lutfi Abdullah Wael (IMM Maluku), Hedwig Beruatwarin (MahasiswaPasca Sarjana) dan Iswan Nurlette (Aktivis Mahasiswa Seram Bagian Barat).
Aktivis dari Maluku Barat Daya, lokasi Blok Masela, Angky Dahoklory, mengatakan, kalau mencermati yang terjadi di publik, sangat kelihatan ada pihak yang “masuk angin” di Blok Masela.
Semua pihak menginginkan kilang dibangun di darat dan Menteri ESDM seolah tidak peduli itu.
“Saya kira, Presiden perlu mengevaluasi dan mengganti pengelola Migas, terutama Menteri ESDM dan SKK Migas. Copot Menteri ESDM. Bagi kami, yang terbaik dibangun di darat,” kata Angky.
Aktivis IMM, yang juga mahasiswa Universitas Pattimura, Lutfi Abdullah Wael, mengatakan, sekarang sudah kelihatan mengapa ada yang berkeinginan membangun kilang di laut.
Dia mengingatkan, dari berbagai statemen presiden sebenarnya sangat kelihatan kalau Presiden ingin kilang di darat. Tetapi ada kelompok semacam mafia Migas yang coba menghambat.
Tak Adil
Aktivis Anak Adat Alifuru Maluku, Paman Nurlette, juga menyoroti perlakuan tidak adil yang dialami Maluku.
Pemerintah pusat memberikan apa yang tidak dibutuhkan Maluku.
“Kami minta realisasikan lumbung ikan, provinsi kepulauan dan perlakuan yang adil, tetapi mereka datang hanya menghibur dengan menjadikan Maluku sebagai tuan rumah sail, tuan rumah MTQ, tuan rumah Pesparawi, tuan rumah ini dan itu. Semua itu pembodohan. Mereka pura-pura perhatian, tetapi itu hanya hiburan semata. Stop membodohi kami,” katanya.
Paman mengatakan, mereka tidak akan berhenti menuntut apa yang semestinya menjadi hak orang Maluku.
Semestinya, Maluku mendapat tempat yang semestinya jika mereka mengetahui sejarah dari Republik ini.
Tetapi, yang terjadi Maluku diperlakukan tidak adil. Maluku memiliki banyak kekayaan, tetapi dibiarkan dalam kemiskinan.
Hedwig Beruawarin mengingatkan, semua elemen menginginkan di darat karena memang pasti memiliki dampak ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat.
Selain itu, dia mengingatkan, soal lokasi Blok Masela yang berada di perbatasan, yang sangat rawan dari sisi kedaulatan dan pengamanan.
“Kalau di darat, masyarakat akan memantau setiap pergerakan atau aktivitas, kalau di laut kita tidak akan tahu apa-apa. Jadi, ya yang terbaik memang di darat,” kata Hedwig.
Sedangkan, Iswan Nurlette mengingatkan, dasar bernegara itu konstitusi dan sangat jelas amanat konstitusi mengenai pemanfaatan sumber daya alam.
“Pasal 33 sangat jelas dan presiden disumpah untuk melaksanakan konstitusi. Kalau mau melaksanakan sumpah dan konstitusi, yang terbaik bagi rakyat di darat, mengapa harus di laut. Itu bisa melanggar sumpah,” katanya.
Dia mengingatkan, jangan hanya karena kepentingan kelompok dan kolaborasi dengan pihak luar, kemudian orang Maluku yang dikorbankan.
Sumber daya alam ada di Maluku, wajar kalau Maluku harus menikmati.