TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran Pemerintah untuk meregulasi sangat diharapkan untuk menengahi kisruh antar perusahaan taksi model bisnis lama versus taksi ride sharing dengan bisnis model baru.
Terjadinya demonstrasi besar-besaran oleh supir taksi konvensional ditengarai karena lambannya pemerintah dalam mengisi kevakuman regulasi untuk taksi berbasis aplikasi.
"Kalau pemerintah kesulitan meregulasi taksi berbasis aplikasi yg memanfaatkan celah hukum dan aturan, sebaiknya pemerintah melakukan deregulasi untuk pelaku usaha taksi konvensional, agar mereka dapat bersaing dalam kondisi yang setara dan tidak diberatkan aturan yg membuat mereka tidak kompetitif," ungkap Muhammad Aaron Annar Sampetoding, selaku Ketua Umum BPC Hipmi Jakarta Pusat yang juga Wakil Ketua DPD KNPI DKI Jakarta bidang Penanaman Modal dan Investasi.
Di Hipmi menurut Aaron Annar sangat mendukung pertumbuhan usaha berbasis aplikasi, malah sebulan yang lalu Hipmi Jakarta Pusat melakukan diskusi dengan tema Digital Entrepreneurship untuk mendorong pertumbuhan kewirausahaan digital dan online yang dihadiri ratusan anggota HIPMI.
"Kami juga berharap pertumbuhan tersebut sifatnya berkelanjutan dan sustainable, memberikan nilai tambah terhadap Indonesia bukan pertumbuhan yg kebablasan dan tidak taat hukum dan aturan." kata Muhammad Aaron Annar Sampetoding.
Terjadinya pro kontra opini yang hangat di tengah masyarakat tentang angkutan berbasis aplikasi dikatakan Aaron Annar, sebagian senang dengan angkutan umum berbasis aplikasi karena kenyamanan atau convenience ditawarkan kepada pelanggan yang superior dibandingkan taksi konvensional, dan juga pengalihan efisiensi operasional dari bisnis model yang menghindari beban biaya tetap yang besar dari kepemilikan armada mobil dan pool penyimpanan taksi dan beban biaya izin dan legalitas dari pemerintah setempat, efisiensi operasional yg didapatkan dari pelayanan teknologi aplikasi akhirnya dapat di konversi menjadi tarif yg murah untuk pelanggan.
Ada 3 (tiga) fakta mendasar yang perlu disikapi oleh pemerintah selaku regulator agar dapat melihat secara jernih permasalahan atas hadirnya fenomena taksi berbasis aplikasi tsb:
Telah terjadi komersialisasi besar-besaran terhadap mobil pribadi yg tdk sesuai dengan uu no 22 2009, dan ada kevakuman regulasi dalam mengatur taksi berbasis aplikasi tersebut.
Uneven Playing Field, atau kondisi persaingan yang tidak setara akibat anomali kebijakan dr pemerintah sebagai regulator, yg menyebabkan pihak yg patuh hukum jadi berada pada posisi yg kurang menguntungkan dalam kompetisi antar jasa angkutan umum.
Terjadi persaingan yang tidak sehat akibat kevakuman regulasi yang oleh pelaku usaha taksi berbasis aplikasi di konversi menjadi predatory pricing untuk merebut pasar.
Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yg kompetitif dan sepadan untuk menciptakan pertumbuhan usaha yang sehat, tapi di lain itu pengusaha nasional juga butuh keberpihakan, fenomena kegaduhan ini jangan menjadi preseden buruk terhadap pelaku usaha yg taat hukum dan regulasi UU Indonesia, jangan sampai yg patuh hukum malah menjadi dalam posisi terberatkan dan pihak yg dirugikan dalam berkompetisi.
Pemerintah diminta cepat bertindak dan mencari titik tengah agar kemajuan inovasi tdk terhambat tapi di lain sisi juga kebijakan yg tercipta menciptakan kompetisi yg sehat dan tidak timpang atau berat sebelah terhadap usaha2 yang taat hukum dan aturan uu republik indonesia.
Masalah keamanan penumpang juga wajib menjadi perhatian, San Fransisco dan Los Angeles bisa menjadi contoh, disana ditemukan 25 supir angkutan umum berbasis aplikasi yang ternyata mempunyai rekam kriminal.
Malah di Michigan ada supir angkutan umum berbasis aplikasi yang membunuh enam orang, walau sebelumnya lolos seleksi sebagai supir taksi berbasis aplikasi.
Tentunya hal seperti ini bisa diminimalisir di perusahaan taksi konvensional dengan tata kelola seleksi SDM yang baik, buktinya Bluebird dan Ekspres adalah dua perusahaan taksi konvensional dengan rekam jejak keamanan dan kepercayaan konsumen yang sangat baik.
Karena itu Muh. Aaron Sampetoding berharap pemerintah bertindak lebih cepat untuk menetapkan aturan main yang adil untuk pelaku usaha angkutan taksi tersebut sebelum masalahnya jadi berlarut-larut dan semakin merugikan konsumen dan pelaku ekonomi nasional.