TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai saat ini, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam masih belum jelas status operasionalnya.
Namun di saat bersamaan sebagian wilayah Batam di Rempang dan Galang oleh Pemerintah telah dijadikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Ekonom INDEF Enny Sri Hartati mengaku bingung dengan sikap pemerintah saat ini. Pasalnya masalah BP Batam belum selesai kabinet kerja sudah memunculkan isu akan mengembangkan KEK di wilayah tersebut juga.
"KEK binatang apalagi, jangan ada trail and eror. Sekarang dalam posisi kita sangat butuh investasi," ujar Enny kepada Tribunnews.com, Senin (28/3/2016).
Enny memaparkan jika ada dua wilayah industri, hal tersebut menurunkan niat pengusaha melakukan penanaman modal. Karena biaya untuk pengoperasian dan produksi bersaing membuat biaya komponen menjadi mahal.
"Persaingan antar industri terjadi penrunan, di Batam sangat signfikan," kata Enny.
Enny menjelaskan adanya KEK dan BP Batam yang belum selesai urusannya, membuat banyak investor akan hengkang ke negara tetangga. Alasan utama nya karena para pengusaha kebingungan dengan banyaknya regulasi di dalam satu wilayah.
"Realokasi dari industri di Batam, ke Malaysia Vietnam ke Thailand cukup masif. Kita sudah sangat emergency," papar Enny.
Enny mengimbau kepada pemerintah harus memperkuat kelembagaan. Sehingga keluhan investor bisa dijawab dengan regulasi tetap dan tidak tumpang tindih.
"Ada perombakan dalam hal kelembagaan, apakah ketika ini dirubah jadi KEK berapa lama, kelembagaan terbentuk, namanya birokrasi lambat," kata Enny.