TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Progres Pembangunan Jembatan layang Holtekamp di Jayapura, Papua sepanjang 732 meter saat ini telah mencapai 12 persen. Jembatan yang ditargetkan rampung tahun 2018, saat ini sudah memasuki tahap pemasangan tiang pancang di atas laut.
Kepala Balai Jembatan Wilayah X Papua Oesman H. Marbun mengatakan keberadaan Jembatan Holtekamp memiliki nilai strategis dan kontribusi positif.
Dalam hal ini jembatan bisa menurangi kepadatan kawasan perkotaan, permukiman, dan kegiatan perekonomian di dalam kota Jayapura dan peningkatan hubungan perekonomian antara RI dan PNG yang selama ini telah berjalan melalui pintu perbatasan Negara di Skouw.
Nilai strategis lainnya yaitu terintegrasinya pengembangan potensi pariwisata yang cukup besar di sepanjang trase jalan diantaranya tempat-tempat pariwisata Pantai Hamadi, Teluk Youtefa, Pantai Holtekam, dan Pintu Perbatasan RI-PNG.
Jembatan Layang Holtekamp yang menjadi komponen penting dari jaringan jalan Trans Papua sepanjang 4.325 kilometer dibangun untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh dari Jayapura ke Muara Tami.
“Pembangunan jembatan ini telah dimulai pada 9 Mei 2015 lalu sejak peletakkan batu pertama oleh Presiden Joko Widodo dengan nama resmi Jembatan Layang Hamadi-Holtekamp,” ujarnya, Minggu (3/4/2016).
Menurutnya, Jembatan Layang Holtekamp bisa mempersingkat waktu tempuh dari kota Jayapura menuju Skow, Distrik Muara Tami yang menjadi wilayah perbatasan RI-Papua New Guinea (PNG).
“Dari kawasan pemerintahan (Jayapura) ke Muara Tami jaraknya 50 kilometer dengan waktu tempuh 2,5 jam karena harus memutar teluk, jika ada jembatan ini, jaraknya bisa dipangkas jadi hanya 33 kilometer, dengan waktu tempuh hanya 1,5 jam,” katanya.
Di menjelaskan, biaya pembangunan jembatan ini diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun yang didanai secara patungan (cost sharing) dari APBN sepanjang 433 meter (jembatan PCI Girder 1 bentang dan jembatan bentang utama).
Sementara dari APBD Provinsi Papua sepanjang 895 meter (Jembatan PCI Girder 9 bentang dan Pile Slab), kemudian APBD Kota Jayapura 7,9 meter (Jalan akses sisi Hamadi dan Holtekamp).
Untuk Konsorsium yang menangani jembatan ini adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero), PT Hutama Karya, dan PT Nindya Karya. Kemudian untuk material pembangunan jembatan ini sebagian diambil dari Provinsi Bitung seperti batu pecah.
Karena, untuk mendapatkan mutu beton K500 itu membutuhkan keausan (tingkat kehancurannya) tidak boleh lebih dari 20 persen.
“Batu yang ada di Jayapura ini tidak memungkinkan, makanya kita membutuhkan dan mengambil dari Provinsi Bitung, sedangkan pasirnya diambil dari sini (Papua),” paparnya.