TRIBUNNEWS.COM, PARIS- Maskapai penerbangan Air France akan kembali melayani penerbangan langsung Paris-Teheran Iran setelah jeda dalam kurun delapan tahun lamanya, seiring pencairan hubungan antara Barat dan negara Islam. Namun tampaknya, layanan penerbangan tiga kali per pekan ini tidak membuat semua orang senang.
Pengumuman rute baru, yang akan dimulai 17 April dan dikonfirmasi di website maskapai, disambut protes kru perempuan Air France yang menolak mengenakan pakaian longgar dan jilbab setelah mereka mendarat di Iran, seperti yang diminta maskapai ini dalam memo internal ke kru pesawat.
Perwakilan dari kru perempuan Air France mengatakan kebijakan perusahaan itu bertentangan hukum Prancis dan harus bersifat sukarela.
Pemerintah Prancis selama ini melarang pemakaian jilbab yang dikenakan untuk tujuan agama dan dipakai di tempat-tempat umum, termasuk di sekolah dan di kantor-kantor.
Negara sekuler tidak memungkinkan warganya untuk memakai tanda-tanda lahiriah dari simbol-simbol agama. Ini berasal dari 1.905 pemisahan hukum gereja dan negara.
Serikat transportasi udara SNPNC (National Syndicate dari Air Personil Transportasi) Prancis mengatakan di situsnya bahwa mewajibkan kru perempuan Air France untuk memakai longgar pakaian dan jilbab merupakan pelanggaran terhadap hak-hak perempuan dan meminta pemakaian jilbab bersifat sukarela, tanpa penalti untuk pekerjaannya.
Namun, Air France mengatakan kepada AFP bahwa semua awak pesawat yang wajib seperti pengunjung asing lainnya untuk menghormati hukum negara yang mereka bepergian.
Kru Air France sudah memakai abaya (jubah yang menutupi tubuh) ketika terbang ke Arab Saudi.
Seorang perwakilan SNPNC, Christophe Pillet mengatakan, kepada AFP bahwa awak pesawat siap untuk memakai jilbab di Iran ketika keluar dari seragam, tetapi keberatan diperintahkan untuk memakai Jilbab sebagai bagian dari seragam mereka.
SUMBER : CNBC