TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Digital economy menumbuh-kembangkan bisnis raksasa berbasis teknologi informasi, dan menjadi sumber penerimaan pajak di berbagai negara.
Mengendus potensi besar ini, negara-negara G20 telah menjadikan ‘Digital Economy’ menjadi isu penting di samping keterbukaan informasi.
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam paparan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Indonesia sebagai salah satu negara yang mulai sadar akan potensi besar ini sigap dan berbenah, utamanya soal perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi secara on-line.
“Bagaimana perlakuan pajak untuk perusahaan-perusahaan yang kita kenal beroperasi secara online, seperti Google, Twitter, Facebook, dan Yahoo?” tutur Bambang.
Sebelum menggali potensi pajak dari keempatnya, Bambang mengatakan, DJP Kemenkeu terlebih dahulu memperjelas status raksasa bisnis tersebut, apakah sudah berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) ataukah sekadar kantor perwakilan alias representative office (rep office).
Yahoo
Sejak 2009, Yahoo telah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang sebagai badan hukum dalam negeri dengan status Penanaman Modal Asing (PMA).
Ketika menjalankan usahanya, PT Yahoo bertindak sebagai dependent agent dari Yahoo di Singapura.
“Sehingga sesuai dengan Pasal (2) Ayat (5) huruf (N) UU PPH, dia berstatus BUT. Kemudian ditetapkan sebagai BUT Yahoo Singapore Pte Ltd Indonesia. Penghasilan yang diterima oleh Yahoo Singapura yang bersumber dari Indonesia misalnya jasa periklanan menjadi penghasilan BUT Yahoo Singapore Pte Ltd Indonesia sesuai dengan pasal 5 ayat 1 UU PPH,” jelas Bambang.
Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan secara khusus oleh Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Khusus, untuk memastikan bahwa Yahoo sudah melaporkan semua jasa periklanan yang dia dapat dari Indonesia, meskipun statusnya sebagai Yahoo Singapore Pte Ltd.
Hasil pemeriksaan ini dimanfaatkan untuk kroscek apakah pembayaran pajaknya sudah benar.
Bambang menuturkan, sama halnya dengan Yahoo, Google juga sudah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri, di KPP Tanah Abang III dengan status PMA sejak 15 September 2011.
Google juga sebagai dependent agent Google Asia-Pasifik di Singapura.
“Sehingga sesuai dengan Pasal (2) Ayat (5) huruf (N) UU PPH dia berstatus BUT. Penghasilan yang bersumber dari Indonesia termasuk iklan, harusnya menjadi penghasilan dari PPH kita. Ini sedang dilakukan pemeriksaan khusus oleh Kanwil DJP Jakarta Khusus,” terang Bambang.
Twitter sudah tercatat di KPP Badan dan Orang Asing tetapi hanya sebagai ‘rep office’ dari Twitter Asia-Pasifik.
Twitter baru terdaftar sebagai ‘rep office’tahun lalu, tepatnya 22 April 2015.
Bambang menuturkan, dalam menjalankan usahanya Twitter ini bertindak sebagai dependent agent dari Twitter Asia-Pasifik di Singapura.
Adapun penghasilan yang diterima Twitter Asia-Pasifik Singapura yang bersumber dari Indonesia termasuk iklan, akan menjadi penerimaan pajak Indonesia.
"Artinya menjadi bagian dari penerimaan pajak kita. Untuk memastikan itu sedang dilakukan pemeriksaan khusus oleh Kanwil DJP Jakarta Khusus. Jadi Twitter ini ceritanya hampir sama dengan Yahoo. Bedanya kalau Yahoo sudah PT. Kalau ini dia hanya ‘rep office’ dari Twitter Asia-Pasifik,” kata Bambang.
Sama halnya dengan Twitter, Facebook juga sudah terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing, namun hanya sebagai ‘rep office’ dari Facebook di Singapura.
Facebook terdaftar sebagai ‘rep office’ di Indonesia sejak 10 Februari 2014.
“Dalam menjalankan usahanya, Facebook bertindak sebagai dependent agent dari Facebook Singapura. Penghasilannya otomatis termasuk jasa periklanan, seharusnya masuk menjadi bagian dari PPH kita. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan khusus,” kata Bambang.
Penulis
: Estu Suryowati