TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Bank Indonesia (BI) menetapkan penggunaan suku bunga acuan baru dari BI Rate menjadi BI 7-Day Reverse Repo Rate. Suku bunga acuan baru yang secara efektif diberlakukan pada 19 Agustus 2016 ini diharapkan mampu mempercepat transmisi kebijakan moneter.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati memandang, perubahan suku bunga acuan ini hanya berupa perubahan instrumen di dalam sektor moneter.
Artinya, tidak ada perubahan dalam arah kebijakan bank sentral.
"BI Rate yang digunakan selama ini yang sebenarnya suku bunga acuan tidak pernah menjadi acuan di dalam pasar. Suku bunga BI Rate-nya berapa, pasarnya berapa," kata Enny di sela-sela senuah diskusi di Unika Atma Jaya, Senin (18/4/2016).
Salah satu contoh yang paling jelas, ujar Enny, adalah beberapa kali suku bunga BI Rate diturunkan. Akan tetapi, suku bunga lending rate tidak pernah mengalami penyesuian.
Pada akhirnya, BI Rate tidak bisa menjadi acuan di pasar.
"Sehingga, sekarang BI mencari suatu instrumen yang lebih merefleksikan kondisi suku bunga di pasar, yakni reverse repo rate 7 hari," ungkap Enny.
Selain itu, kebijakan suku bunga acuan yang baru ini juga diharapkan membuat kebijakan BI lebih implementatif dan lebih konkrit.
Sehingga, pada akhirnya tidak ada satu kesenjangan antara kebijakan dengan target-target yang ingin dicapai.
"Selama ini sektor moneter kita seolah berjalan masing-masing dengan sektor riil. Jadi mudah-mudahan dengan instrumen baru ini akan mendekatkan bauran kebijakan moneter dengan fiskal semakin ketemu," jelas Enny.
Penulis: Sakina Rakhma Diah Setiawan