TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sawit menjadi komoditas strategis yang mendatangkan devisa besar namun di sisi lain pembukaan lahan untuk kelapa sawit menimbulkan kerusakan hutan atau deforestasi.
"Sawit merupakan penghasil devisa terbesar bagi negara di tengah turunnya harga minyak saat ini," kata Togar Sitanggang, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia dalam Diskusi Publik bertajuk Mengkaji Masa Depan Sawit Berkelanjutan Pasca Moratorium di Balai Sidang Djokosoetono, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok baru-baru ini.
Togar mengakui pembukaan lahan sawit besar-besaran pada 1985-2005 menjadi awal dari deforestasi hingga akhirnya muncul moratorium yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo.
"Kebijakan pemerintah ini membatasi partisipasi Indonesia dalam berkontribusi menyediakan permintaan minyak nabati global di masa depan," katanya.
Guru Besar Kehutanan IPB Sudarsono Sudono mengingatkan di tengah polemik kebijakan moratorium, tujuan bernegara harus diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
"Namun prinsip dasar supaya tercapai kemakmuran rakyat adalah bahwa instrumen yang mengatur hal itu tidak boleh mengalahkan tujuan," ujarnya.
Yuyu Rahayu, Sekretaris Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menuturkan, kelapa sawit merupakan komoditas strategis bagi Indonesia, namun dengan dikeluarkannya kebijakan moratorium, hal itu akan memberikan kehidupan yang lebih baik dan menguntungkan bagi rakyat.
"Kelapa sawit pada satu sisi bisa menjadi masalah, namun pada sisi lain mendatangkan keuntungan bagi Indonesia," kata Yuyu.
Prinsip keberlajutan dalam pengelolaan sawit juga ditekankan Kepala Sekretariat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Herdrajat Natawidjaja.
Menurutnya, prinsip keberlanjutan dari ISPO mengacu pada 7 prinsip, yaitu legalitas usaha perkebunan, manajemen perkebunan, perlindungan terhadap pemanfaatan hutan alam primer dan lahan gambut.
Kemudian peningkatan usaha secara berkelanjutan, pengeloaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, dan tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
"Pelaksanaan ISPO tidak mengurangi hambatan perdagangan, namun memastikan keberlanjutan pencapaian ekonomi sawit yang lebih baik. Memproduksi minyak sawit yang telah memiliki sertifikat ISP akan mengurangi deforestasi dan memperbaiki kondisi lingkungan,"ujarnya.