TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Iklan apartemen dan perumahan yang diklaim berkonsep islami dan berbasis syariah mulai banyak dan gencar dipasarkan, Tidak hanya secara online atau dalam jaringan, melainkan juga secara offline.
Namun, sebelum konsumen memutuskan untuk membelinya, ada baiknya mengetahui kriteria produk properti yang memenuhi prinsip syariah di Indonesia.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memiliki dua kriteria atau syarat untuk menjadikan sebuah produk layak dilabeli stempel syariah dan halal.
"Syarat-syaratnya ini kalau bisa saya sebutkan adalah syaran dan qanunan," sebut Ahli Perbankan Syariah yang juga Anggota DSN-MUI Gunawan Yasni, Minggu (12/6/2016).
Syaran adalah sesuai dengan prinsip syariah di Indonesia dan apabila mengacu pada produk keuangan atau komersial juga sesuai dengan fatwa DSN MUI.
Kemudian qanunan adalah dihukumpositifkan dengan peraturan-peraturan berkaitan lain yang digunakan di Indonesia.
Itu artinya jika semacam kredit pemilikan rumah (KPR) syariah tanpa riba maka hal itu di-qanun-kan dengan aturan-aturan seperti Undang Undang Perbankan Syariah, surat berharga syariah, peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Peraturan Bank Indonesia.
"Sebelum sebuah produk diklaim syariah, kita harus tahu dulu domainnya yang mana dan di bawah otoritas apa dan kalau tidak sesuai dengan peraturan yang ada maka produk itu tidak legitimate secara negara," jelas Gunawan.
Gunawan yakin, produk berlabel syariah yang sudah memenuhi kriteria di atas mampu menggenjot perekonomian nasional di tengah-tengah kondisi ekonomi saat ini.
"Saya rasa bisa, karena perkembangannya kan cukup baik ya kalau kita lihat. Misalnya perbankan syariah kalau dibandingkan perbankan nasional ini tidak terlalu lesu sejak kemunculan bank syariah pada medio 2000-an" tandas dia.
Gunawan juga ingin menghilangkan stigma negatif terhadap perbankan syariah.
Menurut dia, orang-orang hanya melihat syariah sebagai sistem perbankan yang luwes dan banyak membantu, padahal seharusnya tidak seperti itu.
Perbankan syariah, di mata Gunawan perlu dibedakan dengan kegiatan filantropi karena sejatinya apabila berbicara perbankan syariah maka berbicara pula tentang bisnis.
"Orang-orang bilang kok syariah mahal padahal syariah itu nggak ada kaitannya dengan mahal atau murah karena ini bisnis dan itu yang mesti dihilangkan dari masyarakat. Syariah ini sering dianggap seperti halnya donasi padahal kan nggak," katanya.
Penulis: Ridwan Aji Pitoko