TRIBUNNEWS, JAKARTA- Pengembang melalui Real Estate Indonesia (REI) menyatakan keberatan dengan kewajiban hunian berimbang yang ditetapkan pemerintah dalam PP No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Eddy Hussy, Ketua Umum DPP REI mengatakan, kewajiban hunian berimbang yang diberikan pemerintah kepada pengembang dalam PP tersebut susah dilaksanakan.
Salah satu poin yang dirasakan susah dilaksanakan, kewajiban membangun rumah umum di satu hamparan dengan pembangunan perumahan yang mereka lakukan.
"Ketentuan ini masih susah dilaksanakan," katanya akhir pekan lalu.
Kesulitan pelaksanaan salah satunya disebabkan oleh pembatasan area pembangunan hunian berimbang yang ditetapkan pemerintah.
"Ini terkait harga, di kabupaten tertentu, ada harga yang sangat tinggi, susah mencapai harga yang dipatok PUPR. Di Jakarta susah juga," katanya.
Pemerintah melalui PP No. 14 Tahun 2016 yang baru saja diterbitkan 27 Mei 2016, mewajibkan pengembang untuk mewujudkan konsep perumahan dengan hunian berimbang.
Pasal 21 ayat 2 di PP ini menyebutkan, pengusaha perumahan berskala besar wajib melaksanakan pembangunan hunian berimbang di dalam satu hamparan.
Di ayat 4 Pasal 21 dinyatakan, jika pengembang tidak menerapkan konsep hunian berimbang dalam satu hamparan, mereka harus membangun rumah umum pengganti di dalam satu kabupaten/kota tempat mereka membangun perumahan.
Untuk wilayah DKI Jakarta, mereka harus membangun di wilayah dalam satu provinsi dengan DKI Jakarta. Bila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, pemerintah akan memberi sanksi.
Pasal 132 ayat 1 huruf a,b dan c PP yang sama mengatur tentang sanksi bagi pengembang yang membandel.
Jika pengembang menolak menerapkan konsep hunian berimbang dalam satu hamparan dengan proyek properti yang mereka bangun, dikenai sanksi dari mulai dari sanksi tertulis sampai sanksi denda administrasi dengan nilai Rp 1 miliar sampai Rp 10 miliar.
Bagi pengembang yang tidak membangun hunian berimbang di satu hamparan dan ngeyel tidak mau bangun hunian berimbang di satu kabupaten atau kota tempat mereka membangun, mereka juga akan dikenai sanksi.
Yakni, mulai dari sanksi peringatan tertulis, pembekuan kegiatan pembangunan, pembekuan dan pencabutan izin mendirikan bangunan dan pembongkaran bangunan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu lalu mengatakan pemberian kewajiban tersebut dilakukan agar ke depan kebutuhan perumahan masyarakat bisa merata dan terpenuhi.
"Kalau tidak diterapkan, Indonesia seperti Jakarta dan kota besar lain bisa tidak ada dan imbang, ini memicu konflik sosial," katanya.
Eddy menyatakan, REI akan bernegoisasi dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Negoisasi akan dilakukan dalam penyusunan peraturan menteri PUPR sebagai aturan pelaksana PP tersebut.
Reporter: Agus Triyono