TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Geothermal Energy hingga saat ini menjadi satu-satunya perusahaan yang paling habis-habisan (all out) mengembangkan panas bumi secara paralel di beberapa wilayah kerjanya.
Hal ini menunjukkan Pertamina bisa menjadi tulang punggung untuk mencapai sasaran target bauran energi.
“Ukurannya bukan hanya kapasitas terpasang saat ini, namun komitmen dan realisasinya dalam pengembangan panas bumi. Sebagai tolok ukur nilai investasi setiap tahun, jumlah wilayah kerja yang dikelola hingga target commercial of date (COD),” ujar Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Jumat (24/6).
Menurut Abadi, pada dasarnya pengelolaan wilayah kerja migas dan panas bumi Pertamina adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971.
Sejak 1974, Pertamina di assist New Zealand melakukan survei-survei untuk dapat menemukan potensi panas bumi di seluruh Indonesia. Baru pada 1983, PLTP Kamong unit 1 berkapasitas 30 MW beroperasi.
Pertamina selanjutnya mengembangkan Dieng dan Lahendong. Meskipun Pertamina aktif melakukan eksplorasi , energi ini kalah bersaing dengan bahan bakar minyak (BBM) dan batubara sehingga berjalan di tempat.
“Seiring dengan tingginya harga minyak, pada 2008 pemerintah minta agar Pertamina melakukan pengembangan secara lebih intensif. Hingga saat ini 8 WK Pertamina dikerjakan secara paralel dengan investasi lebih dari 100 juta dolar AS per tahun untuk mengembangkan tambahan lebih dari 1.000 MW hingga 2020,” ungkap Abadi.
Pertamina hingga saat ini tercatat mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan kapasitas 435 megawatt (MW) dan akan bertambah 105 MW hingga akhir 2016.
Berdasarkan data Pertamina, hingga kuartal I 2016, produksi panas bumi Pertamina mencapai 761,51 GWH atau naik 6,3 persen pada kuartal I 2016 dibandingkan periode sama tahun lalu. Peningkatan produksi ini juga terkait dengan biaya operasi yang terus turun.
Hari Purnomo, Anggota Komisi VII dari Partai Gerindra, mengatakan kontribusi PGE sebenarnya bisa lebih besar jika harga listrik panas bumi ekonomis (menguntungkan).
Saat ini Pertamina belum terlalu fokus investasi di panas bumi karena tidak menarik (tidak menguntungkan).
Agar panas bumi lebih berkembang pemerintah harus menetapkan harga listrik panas bumi yang lebih menarik.
“Penetapan harga yang baru memang sudah lebih baik, tapi belum lama berlaku sehingga efeknya belum kelihatan,” ujarnya.
Tafif Azimudin, Sekretaris Perusahaan Pertamina Geothermal, mengatakan hingga akhir tahun ini kapasitas pembangkit Pertamina akan bertambah 105 MW dari tiga PLTP, yakni PLTP unit 3 di Ulubelu, Lampung berkapasitas 55 MW, PLTP Lahendong unit 5 di Sulawesi Utara berkapasitas 20 MW, dan unit satu PLTP Karaha di Jawa Barat berkapasitas 30 MW.
Proyek Ulubelu unit 3 dijadwalkan mulai beroperasi pada Agustus 2016 sesuai dengan target rencana tanggal operasi komersial (commercial operation date/COD).
Sementara proyek Lahendong unit 5 dijadwalkan mulai beroperasi Desember 2016.
Selain itu, PGE juga mulai mengoperasikan proyek Karaha Unit 1 berkapasitas 55 megawatt pada Desember 2016 sesuai dengan target dalam COD.
“Kami optimistis target 907 MW pada 2019 bisa tercapai karena sudah ada komitmen pengembangan semua,” kata dia.
Menurut Tafif, untuk mendukung target kapasitas PLTP hingga 907 MW Pertamina telah mengalokasikan dana investasi 2,5 miliar dolar AS.