TRIBUNNEWS.COM, KENSINGTON - Tahun ini Indonesia AirAsia dipastikan masih terus fokus untuk pengembangan rute internasional, dibanding domestik.
Hal itu dilakukan perusahaan sebagai salah satu strategi untuk mendongkrak kinerja perusahaan.
Seperti diketahui, selama lima tahun berturut-turut periode 2010-2014, Indonesia AirAsia menguasai pangsa pasar rute internasional di Indonesia, mengungguli maskapai lain.
Namun, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, pangsa pasar AirAsia Indonesia pada 2015 memang sempat turun seiring dengan gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Presiden Direktur Indonesia AirAsia Capt Ridzeki Tresno Wibowo, mengatakan dengan melihat data tersebut perusahaan bertekad untuk kembali meningkatkan pangsa pasar rute internasional tahun ini.
Pengembangan rute internasional yang akan dilakukan AirAsia masih seputar penambahan frekuensi dari sejumlah rute yang sudah ada.
"Tapi bukan berarti rute domestik dari Indonesia AirAsia kami lupakan. Memang belum ada penambahan rute baru, tapi kami jaga konsistensi rute yang kami anggap memiliki load factor cukup tinggi," katanya kepada wartawan, Senin (11/7/2016).
Capt Ridzeki memberi contoh rute Bandung. Pada saat membuka rute Bandung-Kuala Lumpur pada 2014. Tidak ada satupun maskapai yang melirik rute itu.
Tapi saat ini, load factor untuk rute tersebut cukup tinggi dan salah satu rute domestik yang dianggap cukup sukses.
"Saat ini FO (factory outlet) dan penginapan di Bandung sudah mau menerima Ringgit. Ini kan luar biasa," ujarnya.
Tarif Batas Bawah dan Batas Atas
Selain itu, Capt Ridzeki juga mengkritisi soal tarif batas atas dan tarif batas bawah yang diterapkan di industri penerbangan di Indonesia.
Menurut Capt Ridzeki, di satu sisi kebijakan Kementerian Perhubungan bertujun untuk melindungi kepentingan masyarakat, tapi pemerintah juga harus memperhatikan dan mendukung pelaku industri yang bergerak dalam bidang jasa di Indonesia.
Kemenhub selalu mengatakan bahwa tarif batas atas dan bawah penerbangan diciptakan untuk kepentingan masyarakat dan maskapai.
Misalnya lantaran ada tarif batas atas, harga tiket pesawat tidak akan bisa dinaikkan seenaknya oleh maskapai. Sedangkan tarif batas bawah, diterapkan atas dasar keselamatan.
Kemenhub yakin bila tidak ada tarif batas bawah maka maskapai akan perang tarif atau berlomba-lomba menjual harga tiket semurah-murahnya. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu keuangan maskapai.
Bila itu terjadi, Kemenhub meyakini aspek keselamatan akan berkurang. Misalnya, repair atau maintenance pesawat dikurangi oleh maskapai karena akan menambah pengeluaran.
Namun tarif batas bawah juga memiliki konsekuensi, masyarakat menjadi tidak bisa mendapatkan harga tiket di bawah tarif batas tersebut.