TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Untuk menyukseskan perhelatan Asian Games 2018 yanga kan berlangsung di Jakarta dan Palembang, Pemerintah menyiapkan sejumlah proyek pembangunan fasilitas utama dan pendukung.
Di Jakarta, salah satu proyek terbesarnya adalah rehabilitasi venues dan kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan yang dilakukan di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR).
Tak main-main Ditjen Cipta Karya mengalokasikan anggaran Rp 2,8 triliun yang dilaksanakan melalui mekaniskme pendanaan tahun jamak atau terbagi dalam 2 tahun anggaran untuk merealisasikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2016.
Paket-paket pekerjaan yang dimaksud, dilaksanakan dengan menggunakan sistem Kontrak Terintegrasi Rancang Bangun (Design & Build) dan Sistem Kontrak Konvensional.
Rincian kegiatan pembangunan/rehabilitasi ini terdiri dari 12 bangunan, Training Facility dan Penataan Kawasan GBK Senayan dan Penataan Kawasan Wisma Atlet Kemayoran.
Termasuk 9 (sembilan) Paket Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun (Design and Build), 10 (sepuluh) Paket Pekerjaan Manajemen Konstruksi dan 2 (dua) Paket Pekerjaan Perencanaan Penataan Kawasan.
Proyek ini dikerjakan melalui lnstruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2016 tentang Dukungan Penyelenggaraan Asian Games XVlll tahun 2018.
Instruksi tersebut menugaskan Kementerian PUPR untuk memfasilitasi pembangunan sarana dan prasarana cabang olahraga yang akan dipertandingkan pada Asian Games beserta infrastruktur pendukungnya.
Hanya, yang patut dipertanyakan adalah keputusan merehabilitasi dan merenovasi yang harus melalui Kontrak Terintegrasi Rancang Bangun.
Padahal, mekanisme ini punya kelemahan besar karena dikerjakan oleh kontraktor tanpa perencanaan alias paralel. Demikian halnya dengan pengadaan atau procurement.
Biasanya mekanisme design and build ini menomorduakan mutu alias kualitas pengerjaan, desain, dan hasil akhir.
Jelas, ini bertentangan dengan ambisi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang menginginkan Kompleks GBK menjadi ikon dalam puluhan tahun ke depan.
"GBK ini letaknya di tengah kota, maka pernak-perniknya harus lebih teliti. Bangunan gedung pasti kelihatan jelas," ujar Basuki saat penandatanganan kontrak pembangunan atau renovasi GBK, di Gedung Pusat Pengelola Kompleks GBK, Jakarta, Senin (15/8/2016).
Basuki mengingatkan, sejak Asian Games 1962 hingga saat ini, belum ada perbaikan atau renovasi besar-besaran di kawasan atau venues GBK.
Abaikan mutu
Arsitek sekaligus Managing Director PDW Architects Tiyok Prasetyoadi menjelaskan, dalam mekanisme design and build, mutu diabaikan karena biaya sebagai komponen utama ditekan serendah mungkin.
"Selain itu, kelemahan basic design pada design and build belum cukup untuk jadi dasar perencanaan. Karena arsitek atau perencana, posisinya di bawah kontraktor," ujar Tiyok kepada Kompas.com, Minggu (29/8/2016).
Namun begitu, bukan berarti mekanisme design and build melulu jelek. Sejauh ini, kata Tiyok, mekanisme design and build di Indonesia yang berhasil dengan mutu terjamin adalah yang dilakukan kontraktor Jepang dan Korea.
Dia mencontohkan pembangunan mass rapid transit (MRT) Jakarta yang bersih, rapi, serta bermutu tinggi.
"Nah, kontraktor yang berani mengambil peran merenovasi Kompleks GBK Senayan harusnya berani juga menjamin mutu hasil kerjaannya. Mencontoh pembangunan MRT Jakarta," imbuh Tiyok.
Sebagaimana diinformasikan sebelumnya, kontraktor yang terlibat adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama, PT Brantas Abipraya (Persero), PT Virama Karya (Persero), PT Deta Decon, PT Sangkuriang, PT Artefak Arkindo, dan PT Arkitek Team Empat.
Kendati begitu, Tiyok memaklumi, untuk proyek rehabilitasi Kompleks GBK Senayan yang dikejar adalah waktu penyelesaian. Sebab, kalau dilakukan melalui proses biasa akan lebih lama.
Sementara target penyelesaian rehabilitasi Kompleks GBK Senayan pada September 2017 mendatang. Ini artinya dalam satu tahun, seluruh venues sudah harus siap untuk digunakan.
Tiyok mengusulkan, supaya ada jaminan bahwa mekanisme design and build menghasilkan pekerjaan yang terjaga mutunya, Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR sebagai pemberi tugas harus mengawasi ketat kerja kontraktor.
"Selain itu, konsultan manajemen konstruksi yang ditunjuk juga harus yang kompeten," tandas Tiyok.
Penulis: Hilda B Alexander