TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan data Bappenas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebutuhan pendanaan infrastruktur prioritas mencapai Rp 4.796 triliun dengan kebutuhan pendanaan infrastruktur bidang PUPR sebesar Rp 1.915 triliun.
Sementara total anggaran yang tersedia hanya Rp 1.289 triliun, sehingga masih terdapat financial gap senilai Rp 626 triliun.
Director and CIO-Domestic Client IIF Harold Tjiptadjaja menilai saat ini adalah momen yang tepat untuk menggiatkan swasta dalam pembiayaan infrastruktur. Tetapi Harold saat ini pihaknya menunggu pemerintah untuk merangkul investor dari swasta.
“Peranan swasta ini bisa besar sekali namun itu semua tergantung bagaimana pemerintah bisa menarik,” ujar Harold di kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (2/9/2016).
Harold mengakui, pemerintahan telah melakukan banyak deregulasi dan juga memberikan insentif. Tujuannya agar swasta masuk dalam pembiayaan infrastruktur atau pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“Karena itu swasta jangan ragu-ragu (masuk dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur)," kata Harold.
Seperti diketahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan Paket Ekonomi I hingga XIII. Salah satu poin utamanya adalah upaya memangkas tahapan perizinan termasuk dalam bidang investasi.
Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung pembiayaan proyek infrastruktur melalui Dana Dukungan Tunai (Viability Gap Fund) Infrastruktur dan skema pembayaran atas ketersediaan layanan (Availability Payment) untuk memenuhi target outcome Kementerian PUPR yaitu infrastruktur dasar, konektivitas dan ketahanan air.