TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asia Pulp and Paper (APP)-Sinar Mas ingin para petani di Indonesia ikut menikmati dana yang dikumpulkan oleh negara-negara besar untuk meredam fenomena perubahan iklim dunia.
Direktur Pelaksana Program Keberlanjutan APP Aida Greenbury menjelaskan, mekanisme pembayaran dana perubahan iklim yang ditetapkan negara-negara pengusung isu perubahan iklim saat ini, sama sekali tidak menjadi insentif dan tidak memenuhi kebutuhan para petani di lapangan.
“Mereka menahan pembayarannya sampai target pengurangan emisi tercapai. Jika pendanaan donor tetap berpegang pada sistem pembayaran berdasarkan hasil, maka petani kecil tidak akan mendapat manfaatnya,” kata Greenbury, Rabu (7/9/2016).
Padahal kesepakatan pendanaan iklim (Climate Financing) yang dibuat oleh negara-negara di dunia dalam 21st Conference for the Parties (COP21) di Paris pada Desember 2015, memasang target ambisius mengumpulkan pendanaan 100 miliar dolar AS pada 2020.
“Jadi jangan hanya target jumlah dana saja yang ingin diraih sebagai parameter sebuah program itu sukses, namun mekanisme yang efektif untuk menyalurkannya juga perlu ditata,” tegasnya.
APP menurut Greenbury mengusulkan agar para petani kecil dan masyarakat di sekitar hutan diberikan modal untuk berusaha, sehingga tidak terdorong melakukan aksi illegal logging atau membakar hutan untuk lahan pertanian.
Jika hal tersebut bisa direalisasikan, APP menyebut kebijakan insentif tersebut bisa mengembalikan hutan-hutan di dunia.
“Perusahaan yang terkait dengan komoditas kehutanan juga memiliki peran utama dalam mendukung inisiatif pendanaan iklim, melalui kontribusi pendanaan langsung,” katanya.
APP sendiri memiliki Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) yang dijalankan sejak 2013 untuk tidak menggunakan bahan baku kayu dari hutan alam.