TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pemberian bebas visa masuk ke Indonesia yang diberikan Pemerintah RI kepada wisatawan berbagai negara, ternyata masih menuai pro dan kontra.
Ada yang menilai kebijakan itu bisa berimbas pada munculnya masalah keamanan negara. Di sisi lain menyebut kebijakan tetap perlu dilakukan analisis atas manfaat yang didapat negara.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanudin mengakui kebijakan bebas visa akan berdampak pada membanjirnya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia yang menimbulkan masalah keamanan.
"Sebab maraknya tenaga kerja asing ini rentan terhadap konflik sosial, karena kecemburuan sosial. Masalah sosial terjadi, kemudian datang pekerja yang hanya bida bahasa daerah Shanghai, dan itu jelas nggak nyambung," kata Hasanudin di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Menurut data yang datang ke DPR, kata politikus PDI Perjuangan ini, terungkap kalau upah TKA lebih tinggi dengan warga lokal, termasuk akomodasi juga lebih baik untuk asing.
Padahal menurut TB Hasanudin, seharusnya pemerintah memperkuat ketenagakerjaan lokal dengan empat arah kepentingan. Pertama, melindungi hak-hak tenaga kerja Indonesia, kedua, menjadikan tenaga kerja lokal sebagai tuan rumah di negara sendiri.
Ketiga, adanya peningkatan kapasitas tenaga kerja Indonesia dan keempat, menjamin terselenggara serikat pekerja indonesia.
"Makanya DPR sepakat soal visa bebas 100 negara akan kita tinjau setelah setahun dilaksanakan. Tapi Kemenlu harus ada negara-negara distop, terutama yang membahayakan. Seperti Afrika, atau negara yang rawan konflik agar diputuskan untuk distop," tuturnya.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan Pemerintah yang akan memberlakukan bebas visa kepada sejumlah negara.
"Karena kebijakan itu berpotensi besar terjadi penyalahgunaan izin masuk Indonesia yang dikatakan untuk wisata namun digunakan untuk bekerja di Indonesia," kata Sekjen KSPI, Subiyanto.