TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek revitalisasi kilang (refinery development masterplan/RDMP) dan pembangunan kilang baru (grass root refinery/GRR) yang dilakukan PT Pertamina (Persero) akan mulai menyerap tenaga kerja besar-besaran mulai tahun depan.
Pengembangan kilang tersebut menciptakan dampak berantai (multiplier effect) cukup besar.
“Proyek kilang Tuban, peak load instead of pick low tahap satu kami butuh tenaga sebanyak 20 ribu tenaga kerja dan akan menciptakan multiplier effect hingga enam kali lipat,” ujar Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi, Jumat (16/9/2016).
Dua proyek yang akan mulai menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar tahun depan adalah pembangunan Kilang Tuban di Jawa Timur dan proyek RDMP Kilang Balikpapan di Kalimantan Timur yang mulai masuk tahap konstruksi.
Pertamina yang menjalin kerja sama dengan OJSC Rosneft Oil Company, perusahaan asal Rusia, akan membangun Kilang Tuban dengan kapasitas produksi 300 ribu barel per hari.
Sebanyak 20-25 persen di antaranya akan memproduksi bahan baku petrokimia dan 75-80 persen memproduksi BBM. Kilang Tuban ditargetkan beroperasi pada 2021.
Di luar itu, Pertamina saat ini dalam proses seleksi calon mitra untuk pembangunan Kilang Bontang. Pertamina juga tengah mengebut Proyek RDMP empat kilang, yakni Kilang Dumai, Cilacap, Balongan, dan Kilang Balikpapan.
Menurut Rachmad, proyek kilang Tuban dengan RDMP Cilacap akan berjalan seiring. Namun pekerjaan fisik Tuban akan lebih dulu dibanding Cilacap. Serapan tenaga kerja akan mulai 2017 sekitar 5 ribu orang.
“Begitu 2019 -2021 itu hampir sekitar 30 ribuan pekerja. Pada 2018, baik Balikpapan, Cilacap dan Tuban akan menyerap 75 ribu lapangan kerja baru,” ungkap dia.
Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, mengatakan revitalisasi bertujuan agar semua kilang Pertamina bisa berfungsi maksimal. Dengan begitu Pertamina bisa meningkatkan produktivitasnya.
"Artinya akan bisa mengurangi porsi impor akan menciptakan lapangan kerja. Pengangguran saat ini terus bertambah. Kami berharap BUMN bisa menjadi garda terdepan untuk menstimulus ekonomi dan menyiapkan lapangan kerja," ungkap Gus Irawan.
Menurut dia, proyek revitalisasi dan pembangunan kilang baru pasti berdampak pada ekonomi nasional karena akan membuka lapangan kerja baru.
Selain itu, jika telah terealisasi produksi kilang akan membuat impor bahan bakar minyak (BBM) dan petrokimia juga berkurang sehingga bisa menghemat devisa negara.
"Secara gradual jika ini dilakukan maka akan berkontribusi ke pertumbuhan ekonomi dan berkontribusi terhadap stabilitas nilai rupiah," kata dia.
Gus Irawan menambahkan ekonomi daerah juga akan ikut bergerak dengan adanya proyek kilang. Tidak hanya membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar daerah tersebut, namun juga akan menciptakan multiplier effect lainnya.
"Untuk itu kami juga berharap pemerintah mendukung sepenuhnya, baik pusat maupun daerah lokasi proyek kilang. Karena akan banyak manfaat bagi daerah," kata dia.
Berly Martawardaya, pemgamat ekonomi energi dari Universitas Indonesia, mengatakan dampak proyek pembangunan kilang terhadap makro ekonomi adalah berkurangnya impor BBM sehingga defisit neraca berjalan berkurang dan pelemahan nilai tukar rupiah juga akan melambat.
"Pembangunan kilang pasti capital intensive, jadi yang dibutuhkan memang modal yang besar," katanya.