TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemerintah bersiap memperlebar defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 153/PMK.07/2016, menetapkan batas atas defisit kumulatif daerah (APBD) sebesar 0,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Batas atas itu lebih rendah dibandingkan ketentuan sebelumnya yang sebesar 0,3% terhadap PDB.
PMK yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 18 Oktober 2016, ini memberikan kesempatan pemerintah pusat mengerek defisit APBNP 2016 hingga 2,9% dari PDB.
UU Keuangan Negara mengatur maksimal defisit APBN hanya 3% dari PDB.
Sebelumnya, pemerintah sudah menaikkan batas maksimal defisit APBNP 2016 sebesar 2,7% dari PDB, dari kesepakatan awal dengan DPR sebesar 2,35% dari PDB.
Pelebaran defisit terjadi seiring adanya perkiraan kurangnya penerimaan pajak atau shortfall sebesar Rp 219 triliun.
Untuk menjaga defisit APBNP 2016, pemerintah juga memangkas anggaran belanja Rp 133 triliun dan menunda pembayaran Dana Alokasi Umum (DAU).
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, walau ruang defisit ditingkatkan hingga 2,9% dari PDB, namun pemerintah tetap berharap realisasinya sampai akhir tahun 2016 tidak menyentuh angka tersebut.
"Kita masih yakin, defisit APBNP 2017 masih berada di kisaran 2,5%-2,7%," ujarnya ke KONTAN, Jumat (28/10/2016).
Kontribusi daerah
Jika menilik data realisasi APBNP 2016 sampai 30 September 2016, Kemkeu mencatat penurunan realisasi defisit anggaran negara.
Pada 30 Juni 2016, realisasi defisit sebesar Rp 230,7 triliun atau 1,83% dari PDB. Nah, pada 30 September 2016, hasilnya turun menjadi Rp 224,3 triliun atau 1,79% dari PDB.
Perbaikan defisit karena masuk uang tebusan amnesti pajak sebesar Rp 92 triliun.
Sampai akhir September 2016, dari target defisit sebesar Rp 296,7 triliun yang ditetapkan dalam APBNP 2016, nilai realisasinya sudah mencapai 75,6%.
Walau penerimaan negara terdongkrak naik dari amnesti pajak, Menkeu bilang, secara keseluruhan penerimaan perpajakan masih bisa ditingkatkan.
Dari total realisasi pendapatan negara hingga 30 September yang sebesar Rp 1.081,2 triliun atau 60,5% dari target, penerimaan perpajakan mencapai (58,2%) atau Rp 869,1 triliun.
Kekhawatiran peningkatan defisit ini cukup berdasar. Sebab, hingga Kamis (27/10), realisasi peneriman pajak nonmigas baru Rp 825,26 triliun atau setara 62,5% dari target APBNP 2016 yang sebesar Rp 1.318,9 triliun.
Pemerintah memperkirakan, realisasi penerimaan pajak nonmigas hingga akhir 2016 hanya Rp 1.105,8 triliun, atau kurang (shortfall) Rp 213,1 triliun.
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih mengatakan, defisit daerah yang selalu rendah menjadi peluang pemerintah pusat memperlebar defisit.
Namun, dia khawatir dengan belanja daerah yang minim.
Ini menunjukkan kontribusi daerah terhadap pertumbuhan akan rendah. Sebab selain pemangkasan defisit, daerah juga harus menanggung penundaan dana transfer daerah.
Reporter: Asep Munazat Zatnika/Uji Agung Santosa