TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON- Kemenangan Donald Trump di Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) menyebabkan sejumlah perusahaan menunda rencana merger.
Mereka khawatir Donald Trump akan memblokir sejumlah rencana merger perusahaan di AS.
Saat kampanye, Donald Trump telah berjanji setelah menjadi Presiden AS akan kaji ulang kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah sebelumnya. Termasuk bagaimana pemerintah menangani mega merger.
Perusahaan yang berencana untuk melakukan merger akhirnya memilih menunda rencananya dan menunggu apakah Presiden AS Donald Trump akan memenuhi janji-janjinya.
Termasuk mengancam untuk memblokir rencana AT & T membeli Time Warner.
Mengingatkan kembali pada Oktober lalu, Trump mengatakan bahwa AT & T yang diusulkan mengakuisisi pemilik HBO, CNN dan Studio Warner Bross senilai US$ 85 miliar adalah contoh dari 'kekuasaan terstruktur'. Ia berjanji di depan pemilihnya akan memblokir kesepakatan tersebut.
Namun beberapa investor yakin Trump akan lebih ramah pada bisnis.
"Kami rasa Donald Trump akan cukup baik dalam urusan merger dan akuisisi. Ia pro bisnis dan pasar pro bebas," kata Roy Behren, Manajer Portofolio di Westchester Capital Management, dikutip dari Reuters.
Chief Financial Officer AT & T John Stephens berharap dapat bekerjasama dengan Trump dan optimis bahwa pemerintah akan menyetujui kesepakatan merger tersebut.
Stephens menambahkan kebijakan dan diskusi dengan Presiden tentang investasi infrastruktur, pembangunan ekonomi dan inovasi AS dinilai cocok.
"Sejalan dengan dengan tujuan AT & T," kata Stephens saat konfrensi Wells Fargo tentang Teknologi, Media dan Telekomunikasi seperti dikutip Reuters.
Angelo Zino, analis CFRA Research menilai hasil pemilu Rabu (9/10) lalu menjadi peringatan risiko antara kesepakatan AT & T dengan Time Warner.
Selain AT & T, tiga merger perusahaan farmasi dan kesehatan yang akan tertunda adalah Aetna dengan Humana. Lalu, Anthem dengan Cigna dan Walgreens dengan Rite Aid.
Ketiga rencana merger tersebut tengah menghadapi masalah antitrust. Investor mungkin akan berpikir ulang untuk tetap merger di bawah pemerintahan Trump.