TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Masa depan harga timah diproyeksi akan semakin kinclong. Perkara pasokan yang dinilai masih akan terus mengempis jadi pendongkrak utama kenaikan harga timah di masa mendatang.
Mengutip Bloomberg, Selasa (22/11/2016) pukul 10.48 pagi waktu London, harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange terbang 1,2 persen di level US$ 21.100 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.
Peter Kettle, Chief Analyst Research Group ITRI Ltd menjelaskan kenaikan harga timah masih bisa terus berlanjut karena melihat defisit pasokan timah global yang terjadi.
Sementara, pasokan nampaknya belum akan mampu mengejar permintaan yang masih tinggi.
Tebakan Kettle, harga timah bisa naik ke level US$ 30.000 per metrik ton sepanjang tahun 2018-2019 mendatang.
Artinya, jika itu terjadi maka harga timah akan naik 42% dibanding levelnya saat ini.
Prediksi ini berdasarkan pada keadaan fundamental bahwa defisit pasokan timah akan sebesar 10.000 – 15.000 ton tahun ini.
Keadaan yang sama diperkirakan juga akan berlangsung sampai 2017 nanti.
“Keadaan penurunan pasokan ini akan berlanjut dalam jangka waktu yang panjang,” ujar Kettle.
Apabila nantinya keadaan ini terus berlanjut dalam waktu dekat maka harga bisa naik jauh di atas level ekuilibriumnya saat ini atau di sekitaran US$ 22.500 per metrik ton.
Pasalnya, kebutuhan timah untuk elektronik dan industri masih cukup tinggi.
Sementara, produksi dari salah satu produsen utamanya yakni Indonesia menurun menjadi 52.617 ton dalam periode Januari – Oktober 2016. Level ini merupakan yang terendah dalam sepuluh tahun terakhir.
Reporter: Namira Daufina