Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) berencana meningkatkan peranan zakat dan wakaf sebagai upaya memperdalam keuangan syariah, guna meningkatkan kontribusi keuangan syariah dalam perekonomian nasional.
Dewan Pengawas Syariah Unit Usaha Syariah OCBC NISP, Mohammad B Teguh mengatakan, rencana bank sentral mendorong perkembangan bank syariah diperlukan koordinasi yang baik antara otoritas terkait, agar kebijakan ini bisa berjalan sesuai dengan tujuannya.
"Jika rencana itu berjalan, tentu akan banyak membantu perkembangan keuangan syariah dari instrumen yang benar-benar tidak mirroring dengan konvensional," ujar Teguh dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/12/2016).
Sementara itu, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM) Agus Sudiarto mengatakan, pengelolaan dana wakaf oleh perbankan syariah akan menjadi salah satu instrumen pendanaan murah. Sebab, wakaf dalam bentuk aset tidak bergerak juga bisa menjadi jaminan pembiayaan pada masa yang akan datang.
BSM sudah memiliki produk tabungan wakaf, dimana nasabah dimungkinkan melakukan setoran secara rutin dengan akad mudharabah atau bagi hasil. Dana bagi hasil ini bisa disalurkan sebagai wakaf tunai melalui lembaga wakaf, tetapi perkembangan produk ini masih terbatas.
"Kami masih menunggu aturan, ke depan bisa saja kami menggandeng lembaga wakaf," ujar Agus.
Pemerintah menilai zakat dan wakaf memiliki potensi yang besar dalam perekonomian dan dapat memakmurkan masyarakat. Kendati begitu, kesadaran publik untuk membayar zakat dianggap belum optimal.
Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Rifki Ismal, menilai, regulasi untuk zakat sudah mendukung karena sudah ada UU zakat yang menjadi dasar pendirian Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Tercatat, penghimpunan zakat pada tahun lalu, nilainya mencapai Rp 4 triliun dan terlihat masih banyak masyarakat yang menyalurkan zakatnya ke lembaga tidak resmi.
Menurut Rifki, rendahnya kesadaran masyararakat terlihat dari kolektibilitas zakat oleh Baznas yang masih rendah. Tahun lalu, nilainya baru mencapai Rp 4 triliun dari potensi Rp 217 triliun sedangkan jumlah aktual yang dibayar publik langsung ke mustahik tidak ada datanya karena tidak ada laporan.
Wakaf juga sudah diatur dalam undang-undang dan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Namun, lanjut Rifki, potensi tanah wakaf yang tersebar pada lebih dari 430 ribu lokasi di Indonesia dengan nilai Rp 2.050 triliun belum bisa dioptimalkan.
"Hal ini status tanah wakaf umumnya belum bersertifikat, kemampuan nazir untuk mencari pembiayaan dan membangun tanah wakaf masih rendah," kata Rifki.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 kemarin mengungkapkan, BI akan fokus pada peningkatan peran Islamic Social Finance seperti zakat dan wakaf dan melanjutkan inisiasi pendirian Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB) sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai centre of excellence sektor keuangan syariah global.
"Selain itu BI akan mendorong implementasi Sukuk Linked Wakaf dalam hal pendalaman pasar keuangan syariah," kata Agus.
Untuk itu, Bank Indonesia akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Badan Wakaf Indonesia, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan status sertifikasi bagi tanah-tanah wakaf yang ada, sehingga pemanfaatannya dapat lebih optimal.