News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Peristiwa Penting Ekonomi Dunia 2016, dari Brexit Hingga Donald Trump

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM - Tahun 2016 dianggap sebagai tahun yang cukup berat bagi perekonomian global. Tidak hanya pelambatan ekonomi yang terjadi di berbagai negara di dunia, perekonomian global pun diwarnai beragam peristiwa yang berpengaruh besar pada tahun ini.

Kompas.com merangkum beberapa peristiwa penting yang mewarnai kondisi perekonomian global tahun 2016. Mulai dari “Brexit” hingga Donald Trump, kami melaporkannya kembali untuk Anda.

1. Pencabutan sanksi ekonomi Iran

Awal tahun 2016, sanksi ekonomi internasional negara-negara besar atas Iran dicabut. Sejak program nuklir Iran diketahui tahun 2002 lalu, PBB, Uni Eropa, AS, dan beberapa negara lain menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran. Dengan pencabutan sanksi ekonomi tersebut, maka perdagangan dari dan ke Iran akan lebih mudah.

Perusahaan-perusahaan global pun bisa melakukan perdagangan dengan Iran, semisal raksasa penerbangan Boeing dan Airbus yang sudah melakukan kesepakatan pembelian pesawat dengan maskapai IranAir. Selain itu, Iran juga langsung menggenjot produksi minyaknya yang selama ini terhambat kala sanksi dijatuhkan.

Beberapa waktu lalu, Direktur Internasional National Iranian Oil Company (NIOC) Seyed Mohsen Ghamsari mengemukakan, produksi minyak Iran kini sudah sampai 3,8 juta barrel per hari (bph). Tak hanya itu, Iran pun akan terus meningkatkan produksi.

2. “Brexit”

Menuju pertengahan tahun 2016, dunia dikejutkan dengan hasil referendum Inggris, yang memutuskan negara tersebut keluar dari keanggotaan Uni Eropa, yang dikenal dengan istilah “Brexit”. Dampak Brexit diyakini bisa menjalar ke perekonomian dunia, termasuk pada pasar keuangan, pasar modal, hingga harga emas dan minyak dunia.

Bank Indonesia (BI) menilai, keputusan Brexit mengejutkan dunia dan bisa berimplikasi jangka panjang. Menurut kajian bank sentral, pertumbuhan ekonomi Inggris bisa menurun sampai 7% pada tahun 2030.

Sebagai dampak Brexit, nilai tukar poundsterling pun merosot secara dramatis dengan volatilitas yang cukup tinggi. Di samping itu, banyak perusahaan global, khususnya yang memiliki kegiatan vital di Inggris, mulai mempertimbangkan untuk kabur dari negara itu.

Di Indonesia, dampak Brexit sempat dirasakan, ditandai pelemahan nilai tukar rupiah hingga mencapai 1 persen. Selain itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun sempat merosot.

3. Harga minyak dunia anjlok

Harga minyak dunia turun secara signifikan sejak pertengahan tahun 2014 silam. Sebelum itu, harga minyak sempat mencapai 100 dollar AS per barrel. Akan tetapi, pada awal tahun 2016 lalu, harga minyak bahkan sempat mencapai 29 dollar AS per barrel.

Jatuhnya harga minyak mengubah lanskap perekonomian negara-negara produsennya, khususnya di Timur Tengah. Arab Saudi, misalnya, yang memiliki mayoritas penerimaan negara berasal dari minyak, mengajukan utang luar negeri untuk kali pertama sejak sekian lama.

Penyebab anjloknya harga minyak dunia tersebut tak lain karena banjirnya pasokan minyak global. Kabarnya, negara-negara Timur Tengah juga menuding produksi minyak serpih AS menjadi salah satu biang kerok anjloknya harga.

4. Kesepakatan pemangkasan produksi OPEC

Untuk mendorong kenaikan harga minyak dunia, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) sepakat untuk menahan produksi minyak. Kesepakatan pemangkasan produksi pertama dilakukan pada Februari 2016 lalu. Namun, kesepakatan pendahuluan tersebut dipandang banyak pihak kurang efektif.

Kemudian, kesepakatan pemangkasan produksi berikutnya dilakukan pada September 2016 lalu.

Dampaknya, harga minyak perlahan menguat, meski masih juga banyak pihak yang meragukan kredibilitas OPEC yang dianggap kerap melanggar kesepakatan yang dibuatnya sendiri.

5. Donald Trump

Presiden terpilih AS Donald Trump dianggap sebagai salah satu faktor utama ketidakpastian ekonomi global tahun ini hingga tahun depan. Pasalnya, banyak kebijakan ekonomi yang digembar-gemborkan pada masa kampanye dianggap “nyeleneh” hingga berdampak signifikan terhadap perekonomian global.

Beberapa kebijakan yang direncanakan Trump adalah pemangkasan pajak, belanja pemerintah, hingga deregulasi aturan. Namun, salah satu kebijakan Trump yang dianggap berbahaya adalah proteksionisme perdagangan.

Kebijakan ini dianggap merugikan bagi banyak negara, termasuk negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan cukup besar dengan AS. Selain itu, Trump juga menyatakan bakal menarik AS dari keanggotaan kemitraan Kerja Sama Trans Pasifik (TPP).

(Sakina Rakhma)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini