TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pengamat energi Fahmi Radhi menyayangkan munculnya kabar PT PLN (Persero) membatalkan pemenang tender pembangunan PLTGU Jawa 1 dengan rencana menunjuk langsung anak usahanya untuk menggarap proyek tersebut.
"Ini tidak boleh dilakukan PLN karena menyalahi prosedur," kata Fahmi dalam keterangan persnya kepada Tribunnews, Jumat (6/2/2017).
Tender PLTGU Jawa I dimenangi konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz dengan angka penawaran paling rendah.
Manajemen PT PLN (Persero) sendiri yang mengumumkan konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz sebagai peringkat pertama peserta tender.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, PLN memilih pemenang tender berdasarkan harga jual listrik yang paling rendah, teknologi yang digunakan, hingga kesiapan lahan untuk membangun pembangkit.
"Harga yang pasti, lalu teknologinya. Kan sudah dihitung semua, berapa akhir di ujungnya, berapa per kWh, gas itu berapa, sudah termasuk gas juga kan," kata Sofyan Basir di Kantor Menko Kemaritiman, Jakarta, Rabu (12/10/2017).
Saat itu Sofyan Basir belum menginformasikan siapa yang menjadi pemenang tender PLTGU berkapasitas 2x800 MW tersebut.
Sehari kemudian, Senior Manager Public Relation PLN Agung Murdifi menuturkan, perseroan telah merampungkan evaluasi teknis, administrasi, dan harga untuk lelang PLTGU Jawa 1.
"Dari semua aspek yang telah ditentukan oleh PLN, Konsorsium Pertamina, Marubeni Corporation, dan Sojitz Corporation diputuskan sebagai peringkat pertama peserta tender," ucapnya.
Peringkat pertama peserta pelelangan berkewajiban dalam waktu 45 hari sejak penunjukkan akan menandatangani perjanjian jual beli ketenagalistrikan, hal ini untuk memastikan bahwa jadwal Comercial Operation Date tahun 2019 dapat terealisasi.
Berdasar skema jadwalnya, usai diumumkan pemenang tendernya dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak jual-beli pertengahan Desember 2016 atau 45 hari setelah pengumuman pemenang tender.
Namun jadwal tersebut mundur. Fahmi berpendapat, molornya penandatangan kontrak proyek PLTGU Jawa I tersebut menunjukkan PLN tidak profesional.
"PLN maunya energi dia yang pasok, padahal pemenang tender, yaitu konsorsium Pertamina dan Marubeni yang punya kemampuan, dan itu sudah tepat," ungkap pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut.
Mundurnya penandatanganan kontrak ini, terlebih jika terjadi pembatalan pemenang tender, menurut Fahmi, akan berpengaruh pada realisasi proyek 35.000 MW yang diamanatkan Pemerintah kepada PLN.
"Kalau di revisi jadi 22000 MW pun saya pesimis tercapai kalau PLN mundur dan molor seperti sekarang," kata Fahmi lagi.
PLN, kata Fahmi, seharusnya berkonsentrasi pada pengadaan pembangkit.
Untuk hal lainnya sebaiknya diserahkan kepada pemenang tender. "Kangan semua diambil PLN tapi PLN nya gak ada kemampuan. Tugas utama PLN adalah pengadaan listrik 35.000 MW," tegasnya.
Di tender proyek PLTGU Jawa 1, sejumlah konsorsium bertarung. Yakni, konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz melawan konsorsium Mitsubishi Corp-JERA-PT Rukun Raharja Tbk-PT Pembangkitan Jawa Bali, konsorsium PT Adaro Energi Tbk-Sembcorp Utilities PTY Ltd dan konsorsium PT Medco Power Generation Indonesia-PT Medco Power Indonesia-Kepco-dan Nebras Power.
Di tender ini konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz mengajukan penawaran harga USD 0,055 per kWh, relatif lebih murah dibanding peserta tender lain. Konsorsium Adaro menawar USD 0,064 per kWh dan konsorsium Mitsubishi USD 0,065 per kWh.