Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia mewaspadai hasil persetujuan parlemen Eropa berupa penerapan modernisasi trade remedy yang bisa menghambat laju ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
Karena jelang tutup tahun 2016, Parlemen Eropa dan European Council telah menyetujui proposal modernisasi kebijakan trade remedy.
Modernisasi ini bisa mengancam ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
Sebab, dengan memberlakukannya Uni Eropa akan menghambat laju impor ke semua negara Uni Eropa melalui tindakan antidumping dan antisubsidi.
"Penerapan modernisasi trade remedy ini bisa menghambat laju ekspor Indonesia ke Uni Eropa," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward di Jakarta, seperti dikutip dalam keterangannya, Senin, (9/1/2017).
Dody Edward menuturkan Komisi Uni Eropa akan menghapus aturan lesser duty.
Uni Eropa secara konsisten menerapkan prinsip lesser duty sehingga membuat Uni Eropa berbeda secara signifikan dengan Amerika Serikat.
Aturan lesser duty memungkinkan pengenaan tingkat bea masuk antidumping dengan besaran (level) yang lebih kecil dari margin dumping yang ada.
Kata dia, aturan lesser duty dihilangkan khususnya untuk menghadang impor dari negara yang dianggap memiliki particular market situation yang mendistorsi harga bahan baku.
"Negara berkembang seperti Indonesia perlu berhati-hati dan mengantisipasi seandainya Indonesia dianggap memiliki particular market situation," katanya.
Kepada negara-negara dengan kondisi tersebut, Uni Eropa akan menerapkan metode baru dalam menghitung besaran dumping.
Otoritas Uni Eropa, lanjut Dody, akan menolak menggunakan harga atau biaya produksi yang berlaku di negara tersebut.
Serta memilih menggunakan harga referensi di negara lain yang dianggap tidak terdistorsi sebagai pembanding dalam menentukan besaran dumping.
“Hal ini akan mempermudah Uni Eropa atau AS menggunakan data dari negara ke-3 untuk menetapkan besaran dumping yang menyebabkan menggelembungnya margin dumping,” jelas Dody.