TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean menilai biaya pembuatan fasilitas Floating Storage Regasification (FSRU) Lampung sangat mahal, mencapai 3,4 dollar AS per MMBTU.
Hal itu dia klaim akan membuat harga gas di lapangan menjadi melambung.
"Biaya regasifikasi tersebut sangat mahal dan tidak lazim. Ini akan membuat harga gas di lapangan menjadi tinggi,” ujar Ferdinand, Kamis (12/1/2017).
Ferdinand menilai biaya regasifikasi untuk industri semakin mahal di tengah menurunnya harga LNG. Ferdinand berharap pemerintah memperhatikan dua hal yang menjadi penyebab tingginya harga gas.
"Pertama adalah rantai yang panjang melalui banyaknya trader. Dan kedua, terkait dengan biaya produksi, dimana biaya regasifikasi termasuk di dalamnya," ungkap Ferdinand.
Wakil Ketua Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamad Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaya mengatakan, biaya regasifikasi merupakan biaya variabel.
Angkanya bisa berbeda untuk setiap perusahaan.
Menurutnya, hal itu menurutnya tidak bisa karena dapat menentukan tingkat efisiensi.
Apalagi, tingginya biaya regasifikasi masih harus ditambah toll fee, sehingga semakin membuat FSRU Lampung tidak efisien.
“Harusnya, FSRU bisa menekan, sehingga harganya sama dengan yang lain. Mereka harus mencari formula efisiensi,” jelas Widjaya.