Laporan wartawan Tribunnews: Adiatma Putra Fajar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Indonesia Port Watch (IPW) Syaiful Hasan memaparkan bahayanya penjualan aset nasional milik anak usaha PT Pelindo II, PT Jakarta International Container Terminal (JICT).
Ini karena Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 yang baru terbit menyebutkan, perpindahan aset negara ke perusahaan swasta kini tanpa harus meminta persetujuan terlebih dulu dari DPR.
"Apakah penjualan aset negara JICT yang bermasalah dapat dilanjutkan atau tidak sebenarnya menjadi hal yang krusial terkait dengan konteks PP 72 tersebut," kata Syaiful Senin (16/1/2017).
Menurutn Syaiful, hal yang penting agar Pelindo II berani membatalkan perpanjangan kontrak JICT. Tujuannya untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
"Belum lagi negara berpotensi rugi disana," ungkap Syaiful.
Saat ini, audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah dilakukan terhadap perpanjangan kontrak JICT.
Sebelumnya, dalam laporan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK pada Desember 2015.
Dari hasil audit ditemukan adanya kekurangan uang muka yang disetorkan pemilik 51 persen JICT Hutchison Port sebesar 50,9 juta dollar AS. Selain itu Perpanjangan JICT dilakukan tanpa ada izin RUPS Menteri BUMN.
"Perpanjangan kontrak JICT harus dibatalkan dan diulang prosesnya secara benar. Hal ini agar investor memiliki kepastian dan tidak ada sisi abu-abu hukum yang dapat bermasalah di kemudian hari," ungkap Syaiful.