TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Dalam Negeri, menuai gugatan dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi ini terdiri dari PWYP Indonesia, Jatam, Kahmi, Pushep, LBH Bogor, LBH Depok, Fitra, Walhi Nusa Tenggara Barat, Walhi Bangka Belitung dan Energi World Indonesia.
Termasuk pula, pakar hukum seperti Ahmad Redi, Marwan Batubara, Fahmy Radhi, Yusri Usman hingga Berly Martawardaya.
Koalisi tersebut akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung pada Rabu (18/1). "Kami mengajukan Rabu sebelum konferensi pers," ungkap Ahmad Redi, pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanegara (Untar), kepada KONTAN, Selasa (17/1/2017).
Menurutnya, lolosnya ekspor mineral mentah seperti nikel dan bauksit melanggar ketentuan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga tersebut menyebutkan, kegiatan ekspor mineral bisa terlaksana, setelah penambang memenuhi kewajiban mengolah dan memurnikan mineral di smelter dalam negeri.
Pihaknya juga mempertanyakan perubahan status kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Sebab, perubahan status itu ada tahapannya. Sepertri harus berubah menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN), dan kemudian jadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Kemudian ada penawaran ke BUMN. Bila BUMN tidak berminat baru penawaran terhadap kontrak karya yang berubah menjadi IUPK tersebut bisa tertuju ke swasta dengan lelang. "Perubahan kontrak karya langsung ke IUPK cacat hukum apabila merujuk pada Undang-Undang Minerba," tuturnya.
Sebagai catatan, Permen ESDM No 5/2017 merupakan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 1/2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23/ 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Koordinator Nasional PWYP Indonesia Maryati Abdullah menilai, kebijakan pemerintah tersebut tidak konsisten di bidang pertambangan minerba. "Rangkaian relaksasi ini melengkapi daftar inkonsistensi pemerintah terkait kebijakan hilirisasi sejak terbitnya Permen ESDM No 20/ 2013, Permen ESDM No 1/2014, Permen ESDM No 5/ 2016 sampai terbitnya Permen ESDM terbaru," tandasnya.
Hermawansyah, Direktur Swandiri Institute Kalimantan Barat, mengungkapkan berdasarkan laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), larangan ekspor mineral telah menurunkan pertambangan ilegal. Jika ekspor mineral mentah dibuka, pertambangan ilegal akan marak lagi. "Kami tidak bisa membayangkan kerusakan yang terjadi, seperti di Kalimantan Barat," tandasnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji memastikan, pihaknya sudah mengkonsultasikan penyusunan beleid tersebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perubahan kontrak karya menjadi IUPK pun tetap sejalan dengan UU Minerba. "Perubahan kontrak karya menjadi IUPK tidak melanggar UU Minerba," katanya, di Kantor Kementerian ESDM. Dalam UU Minerba, wilayah eks kontrak karya menjadi WIUPK tidak perlu melalui konsultasi ke DPR.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, tidak akan mengubah atau merevisi permen tersebut. "Kalau aturannya sudah keluar, kami tetap pertahankan," tegasnya.
Reporter Pratama Guitarra