TRIBUNNWEWS.COM - Salah satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara adalah ketentuan mengenai divestasi saham sebagaimana juga amanat UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba.
Dalam ketentuan tersebut, terdapat aturan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) berkewajiban melakukan divestasi saham sebesar 51% secara bertahap.
Namun, belakangan ini perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT. Freeport Indonesia menyatakan keberatannya untuk melakukan divestasi sahamnya sebesar 51%.
Freeport hanya bersedia melakukan divestasi 30% sebagaimana terdapat dalam ketentuan kontrak karya (KK) yang ditandatangani pada tahun 1991.
Berkaitan dengan hal tersebut, Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) menilai bahwa PT. Freeport Indonesia harus tunduk terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia.
Freeport harus divestasi sahamnya 51% tanpa ada proses tawar menawar lagi.
Freeport harus menghargai kedaualatan bangsa Indonesia sebagai bangsa merdeka, yang mempunyai kewenangan penuh untuk menjalankan konstitusinya.
“Atas nama KK (kontrak karya) Freeport tidak bisa menginjak-injak kedaulatan bangsa Indonesia,” tegas Ketua Umum JAMAN Iwan Dwi Laksono di Jakarta, Kamis (14/2).
Menurut Iwan, sejak Freeport mengajukan perubahan KK menjadi IUPK, serta izin perubahan tersebut disetujui oleh pemerintah dengan menerbitkan IUPK kepada perusahaan tersebut, maka ketentuan perjanjian yang terdapat di dalam KK tidak berlaku lagi.
“Perubahan KK ke IUPK yang diajukan sudah disetujui, pemerintah juga sudah menerbitkan izinnya. Jadi KK tidak bisa lagi jadi acuan,” ujarnya.
Iwan menambahkan, konstitusi sudah mengamanatkan bahwa bumi, air, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Kendali atas kekayaan alam mineral harus ditangan negara jika berkeinginan untuk menyejahterakan masyarakat.
“Dalam Pasal 33 UUD 1945 sudah jelas bahwa negara berkuasa terhadap kendali kekayaan alamnya,” tambahnya.
Bagi Iwan, divestasi saham 51% yang diajukan oleh pemerintah sebagai syarat untuk melakukan perubahan KK menjadi IUPK tersebut sudah tepat.
Pasalnya, dengan kepemilikan saham sebesar 51%, merupakan bentuk kuasa dan kendali negara atas kekayaan tambang yang dimiliki.
Ia juga menegaskan, jika Freeport tidak bersedia melakukan divestasi saham sebesar 51% tersebut, maka pemerintah sudah seharusnya mencabut izin yang telah diberikan.
Dengan hal itu, Freeport tidak akan bisa lagi melakukan ekspor konsentrat. Bahkan, pemerintah juga sudah saatnya untuk memberikan keputusan tegas.
“Jika Freeport tidak tunduk terhadap perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Maka, tidak ada lagi perpanjangan kontrak maupun izin 2021 mendatang,” pungkas Iwan.
Untuk diketahui, PT. Freeport Indonesia menyatakan tidak bersedia menerima IUPK yang diberikan pemerintah.
Pasalnya, IUPK yang diberikan pemerintah tidak memberikan jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi Freeport di Indonesia.
Selain itu, Freeport juga menyatakan keberatan atas kewajiban melakukan divestasi saham 51% secara bertahap.
Pihaknya masih bersikukuh dengan ketentuan perjanjian dalam KK yang ditantangani oleh Freeport dengan Pemerintah Indonesia pada tahun 1991.