TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agar bisnis lancar, perusahaan penyedia belanja online lokal meminta pemerintah menerapkan kebijakan safe harbour policy. Ini adalah kebijakan agar transaksi yang dilakukan konsumen lebih aman.
Asosiasi e-Commerce Indonesia (IDea) menyatakan, praktik perlindungan ini umum dilakukan agar konsumen lebih nyaman bertransaksi di online. Mereka bisa terhindar dari konten negatif yang disebarkan oleh pelapak atau merchant.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara Senin (27/2/2017) menyatakan, tengah menyiapkan beleid Peraturan Menteri atas safe harbour policy. Menteri menargetkan beleid ini terbit tahun ini.
Kominfo sejatinya sudah menerbitkan Surat Edaran Nomor 5 tahun 2016 tentang batasan dan tanggung jawab penyedia platform dan pedagang perdagangan lewat sistem elektronika berbentuk user generated content.
Hanya bentuknya masih sebatas surat edaran, sehingga belum memiliki kekuatan mengikat untuk menjaga keamanan transaksi online.
Salah satu poin penting yang ada di rancangan aturan itu adalah adanya perlindungan hukum bagi penyedia dan pengguna platform, serta pedagang.
Khusus bagi penyedia platform diharuskan menyediakan sarana pelaporan dan sarana blokir atau penghapusan blokir terhadap konten yang dilarang.
Pebisnis daring sendiri menyambut positif rencana aturan itu. Mereka percaya beleid ini bisa menangkal informasi negatif yang bisa mempengaruhi reputasi perusahaan daring.
"Aturan ini untuk perlidungan terhadap penyelenggara, penjual, dan pembeli," ujar Aulia Marinto, Ketua Umum IDea.
Ia mencontohkan kasus laporan yang bisa mencoreng citra perusahaan online. Misalnya tatkala barang yang dijual ternyata melanggar hukum seperti barang ilegal atau palsu.
Padahal pelakunya adalah dari pedagang atau para pelapak. Memang, Aulia menyebut hingga kini belum ada kejadian fatal tapi hal ini harus bisa diantisipasi.
Reporter:Dede Suprayitno