TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Wiratama Institute, Muhammad Syarif Hidayatullah menyarankan agar pemerintah mewaspadai sejumlah ancaman inflasi, terutama inflasi yang berasal dari komoditas pangan (volatile food).
Untuk itu, pemerintah disarankan untuk melakukan kalkulasi cermat sebelum melakukan perubahan harga pada komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah.
Dalam keterangan yang diterima Sabtu (11/3/2017) Syarif, merujuk pada rilis BPS yang menunjukkan inflasi bulan Januari 2017 mencapai 0,97 persen.
Data BPS juga menyebutkan dari 82 kota seluruhnya mengalami inflasi. Komoditas pangan dan komoditas yang diatur pemerintah ditengarai menjadi pendorong utamanya.
"Sedangkan pada bulan Februari inflasi lebih rendah dibandingkan pada Januari yaitu sebesar 0,23 persen. Masih serupa dengan inflasi pada bulan Januari 2017, driver utamanya adalah pada komoditas pangan dan sejumlah komdoitas yang diatur oleh pemerintah," tutur Syarif.
Sementara pada bulan Desember-Februari curah hujan relatif tinggi. Ini menyebabkan produksi tanaman hortikultura dan pangan terganggu.
Harga pun melonjak dan relatif tinggi. Selain itu, khusus untuk beras, bulan Januari adalah musim tanam. Syarif pun mengingatkan pemerintah perlu waspada.
"Karena khususnya pada bulan Januari angka inflasi lebih tinggi dibandingkan rata-rata selama 10 tahun terakhir,"katanya.
Data rata-rata inflasi bulan Januari dari dari rentang 2006-2016 kata Syarif tercatat sebesar 0,78 persen.
Sedangkan bulan Februari direntang yang sama sebesar 0,21 persen. Pada tahun ini pemerintah berencana melakukan reformasi subsidi, dimana subsidi pada sejumlah komoditas akan ditarik sedikit demi sedikit.
"Pemerintah harus mencari saat yang tepat. Pencabutan subsidi yang dilakukan pemerintah seharusnya dilakukan pada bulan-bulan yang tren inflasinya rendah, seperti bulan Maret dan April,"ujarnya.
Setidaknya kata Syarif, jika dilakukan pada bulan tersebut, gejolak akibat kenaikan administered price bisa dicegah.
Syarif menambahkan, untuk mengendalikan inflasi dalam jangka pendek, setidaknya ada dua kebijakan utama yang dapat dilakukan.
Pertama, katanya, optimalisasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Kedua, kebijakan impor pangan yang tepat.
“TPID harus diarahkan untuk menganggarkan anggaran pengendalian inflasi, dimana anggaran tersebut penting mengingat setiap daerah memiliki potensi inflasi yang berbeda, baik waktu maupun komoditasnya” katanya.
Kedua, kata dia, pemerintah seharusnya tidak lagi bermain-main untuk isu food security. Apabila memang dibutuhkan, maka impor perlu direncanakan dan dilakukan.