TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- JAS Airport Services telah mulai melakukan penyesuaian terkait aturan larangan elektronik yang dikeluarkan pemerintah AS. JAS bertugas mengimplementasikan kebijakan dari tiap maskapai pelanggan agar pemenuhan aspek keselamatan penerbangan tetap terjaga.
Pemerintah Amerika Serikat, mulai Selasa (21/3/2017), mengeluarkan larangan membawa laptop dan alat elektronik besar lainnya ke dalam ruang kabin pesawat pada beberapa maskapai yang terbang dari Timur Tengah dan Afrika Utara.
Menurut Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS), alasan penerapan aturan ini adalah menanggapi penggunaan 'cara-cara inovatif' oleh teroris dalam melakukan serangan.
Hampir seluruh maskapai asing pelanggan JAS terbang ke AS walaupun transit di negara asal mereka, termasuk Singapore Airlines, Cathay Pacific, Emirates, Etihad, Saudi Arabia, Qatar, KLM, Asiana, Eva Air dan lainnya.
Terkait larangan elektronik AS ini, JAS Airport Services bertugas mengimplementasikan kebijakan dari tiap maskapai pelanggan agar pemenuhan aspek keselamatan penerbangan tetap terjaga. Apalagi kebijakan ini tidak memiliki batas waktu.
JAS harus menyesuaikan penanganan ground handling-nya dengan kebijakan dari tiap maskapai pelanggan. Biasanya kebijakan tiap maskapai tidak akan jauh berbeda, dan untuk hal ini, JAS merujuk kepada buku manual yang biasanya dinamakan buletin ground services, sirkular keselamatan (safety circular), pengumuman keselamatan (safety announcement) atau peringatan perjalanan (travel alerts).
Pada intinya penanganan perusahaan terhadap semua maskapai adalah sama, bahwa seluruh petugas konter check in JAS wajib memastikan seluruh penumpang yang akan terbang ke AS dengan penerbangan apapun, dilarang membawa perangkat elektronik ke dalam kabin selain handphone dan smartphone. Perangkat elektronik seperti tablet, laptop dan sejenisnya yang berukuran lebih besar dari handphone atau smartphone harus dimuat di dalam bagasi tercatat (checked baggage).
Dalam operasional kesehariannya, JAS juga terbiasa menangani penumpang membawa baterai lithium yang biasa digunakan di handphone. GM Area I JAS, Andi Lukman mengatakan,"Penanganan baterai lithium yang boleh dibawa penumpang ke dalam kabin sebenarnya sudah resmi diatur tata cara dan jumlah kuantitinya."
"IATA telah mengeluarkan regulasi terkait Barang Berbahaya (Dangerous Goods). Yang diperbolehkan dibawa ke dalam bagasi kabin hanya baterai lithium dengan watt-hour rating antara 100Wh-160Wh yang dipergunakan atau terpasang pada perangkat elektronik seperti handphone. Karena JAS sudah memiliki sertifikasi ISAGO dari IATA, maka tugas kami adalah menjalankan sesuai standar internasional tersebut," jelasnya.
Tidak terkendala soal baterai lithium, Andi kembali menjelaskan bahwa larangan elektronik AS ini juga tidak mempengaruhi proses atau prosedur pemeriksaan dokumen perjalanan (passport, tiket, visa) karena pada dasarnya hal ini telah menjadi standard yang dilakukan JAS dalam kondisi apapun.
JAS bekerja sama dengan pihak AS yang menyebarkan peraturan baru tersebut ke pemerintah di masing-masing negara, termasuk Indonesia, salah satunya lewat Kementerian Perhubungan dan diteruskan ke maskapai pelanggan yang memiliki rute ke AS.
Dan dalam usahanya memuluskan operasional maskapai yang terbang ke AS dari Indonesia ini, Andi mengatakan," JAS memastikan peraturan baru ini terdistribusi baik kepada seluruh staff dan selalu memberikan pengarahan sebelum mereka melakukan kegiatan layanan check in.