TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah menyepakati penetapan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bersifat sementara hingga delapan bulan mendatang bagi PT Freeport Indonesia.
Setelah mendapat IUPK sementara, Freeport Indonesia diperbolehkan mengekspor konsentrat tanpa harus diolah dulu di smelter.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji, Selasa (4/4), mengatakan pemerintah dan Freeport telah melakukan perundingan intensif sejak Februari lalu saat perusahaan tambang berbasis di Amerika Serikat itu menyatakan keberatan atas perubahan status kontrak tambang.
Teguh menjelaskan ada dua hal yang dilakukan pemerintah dalam upaya penyelesaian kisruh status kontrak Freeport, yakni penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang. Penyelesaian jangka pendek, dilatarbelakangi upaya memberikan landasan hukum dan kepastian usaha bagi Freeport.
Penyelesaian jangka pendek juga memberikan kejelasan bagi pemerintah atas hubungan kontraktual setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Pada pembahasan jangka pendek, minggu lalu, kami sepakat dengan Freeport, akan ditetapkan IUPK bersifat sementara karena punya tenggat waktu 8 bulan," katanya.
Setelah mendapat IUPK sementara, Freeport dapat melaksanakan ekspor konsentrat namun harus membayar bea keluar selama periode 8 bulan tersebut. "Berbarengan dengan dikeluarkannya IUPK itu, kami juga masih hormati ketentuan-ketentuan dalam Kontrak Karya (KK)," katanya.
Teguh yang juga Ketua Tim Perundingan Pemerintah dan Freeport menuturkan, mulai pekan depan akan ada perundingan kedua untuk penyelesaian jangka panjang. Dalam pembahasan jangka panjang sejumlah poin yang dibahas antara lain ketentuan terkait stabilitas investasi, keberlangsungan operasi Freeport, divestasi, serta pembangunan smelter (fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral).
Teguh memaparkan jika setelah perundingan jangka panjang tidak ada kesepakatan, Freeport akan kembali pada status KK yang berakhir 2021. "Kalau dia tidak terima hasil perundingan, atau katakanlah perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka dia (Freeport) bisa kembali ke KK, tapi tidak boleh ekspor konsentrat," tegasnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot dalam kesempatan itu menambahkan perundingan kedua akan membahas lebih rinci mengenai stabilitas investasi sehingga Freeport bisa mendapatkan fasilitas pendukung operasional.
"Lalu, juga akan bicara soal perpanjangan operasi. Berdasarkan peraturan pemerintah itu sampai 2x10 tahun, yaitu 2021-2031 tahap pertama dan selanjutnya 2031-2041 tahap kedua," katanya.
Selanjutnya, mengenai divestasi saham 51 persen, secara logika juga akan dibahas mengenai perpanjangan kontrak.
"Kalau divestasi 51 persen kan tinggal empat tahun lagi sampai 2021. Itu logikanya," katanya. Bambang menambahkan, pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota di Papua juga akan dilibatkan dalam proses perundingan jangka panjang.
Teguh Pamudji menyebut selama proses perundingan kedua belah pihak tidak lagi menyebut soal penyelesaian di Arbitrase Internasional.