TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Regulator perbankan diminta segera menyempurnakan ketentuan terkait dengan bilyet deposito, seiring adanya pemalsuan produk tersebut yang merugikan nasabah mencapai Rp 256 miliar.
Baca: Ratusan Dana Nasabah Raib di Bank BTN, DPR: Manajemen Jangan Cuci Tangan
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, untuk menyempurnakan ketentuan bilyet deposito, Bank Sentral perlu melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar dapat menyusun regulasi tersebut secara sempurna.
"Jika masih banyak terjadi atau masih ada lubang celah, maka saya pikir itu perlu diperketat," ujar Josua di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Selain pihak regulator, kata Josua, manajemen perbankan juga perlu memperkuat sistemnya agar persoalan pemalsuan bilyet deposito yang terjadi di BTN tidak terjadi di perbankan lainnya karena ujungnya nasabah dirugikan.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, bank tidak boleh memberikan layanan atau penawaran bilyet deposito melalui kantor kas. Sebab, kantor kas hanya bisa melayani setoran dan pembayaran.
"Bilyet deposito itu adalah disiplin daripada banknya, karena bank itu tidak boleh menawarkan (produk itu) kalau bukan dari organik dari banknya," tutur Agus.
Direktur Pengawasan Bank II OJK, Anung Herlianto mengatakan, terkait kasus di perbankan mayoritas melibatkan pegawai di bank itu sendiri, dimana hal ini didukung dengan adanya survei dari Asia Anti-Fraud Foundation yang meneliti kinerja pegawai sektor keuangan.
"Kasus perbankan 90 persen sampai 93 persen melibatkan orang dalam dan nasabahnya. Hasil survei itu 70 persen orang bekerja di sektor keuangan pada dasarnya tidak jujur," ujar Anung.
Untuk diketahui, kasus pemalsuan bilyet deposito telah melibatkan pejabat Bank Tabungan Negara (BTN). Perseroan telah memberikan layanan atau penawaran bilyet deposito melalui kantor kasnya.
Dalam melayani bilyet deposito, BTN memberikan wewenang lebih kepada kepala kantor kasnya dengan alasan bank mengejar target perolehan dana nasabah (Dana Pihak Ketiga/DPK). Semestinya, calon deposan harus mendatangi kantor bank tersebut dengan tingkat yang lebih tinggi.
Adanya kasus pemalsuan bilyet deposito ini, OJK langsung melarang seluruh kantor kas BTN melayani pembukaan rekening baru.
Pihak BTN mengaku, kasus pemalsuan bilyet deposito tersebut terbongkar setelah Perseroan menerima laporan tentang kegagalan pencairan deposito sebelum jangka waktu pencairan pada 16 November tahun lalu.
Setelah melakukan verifikasi dan investigasi, BTN menemukan bahwa bilyet deposito yang dipegang nasabah adalah palsu.
Bilyet deposito BTN diduga dipalsukan oleh sindikat penipu yang menggunakan nama BTN secara melawan hukum dan dilakukan di luar sistem perseroan.
BTN telah melaporkan dugaan pemalsuan ini ke Polda dengan nomor: TBL/5738/XI/2016/PMJ/Dit.Reskrimsus tanggal 21 November 2016. Saat ini, laporan itu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.