TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepastian hukum dan kebijakan pemerintah yang mendukung investasi menjadi hal penting bagi investor minyak dan gas bumi (migas) dalam melakukan eksplorasi hingga produksi.
Pasalnya, investasi di sektor migas membutuhkan modal besar sehingga investor memerlukan kepastian dalam memperhitungkan keekonomian. Karena itu untuk meningkatkan iklim investasi diperlukan kebijakan yang mempertimbangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
“Harus ada titik temu antara keinginan Pemerintah dan kepentingan investor, “ ujar Executive Director IPA Marjolijn Wajong, Selasa (12/4/2017).
Dikatakannya, keseimbangan kepentingan antara kedua pihak harus dijaga, karena kalau tidak, investasi akan sulit berjalan.
Dirinya mengakui, secara konsep aturan yang dibuat pemerintah sudah cukup bagus, tetapi dalam detail pelaksanaannya masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.
“Kebijakan yang dirilis pemerintah masih memiliki kekurangan dalam detail pelaksanaannya, sehingga investor lebih memilih sikap wait and see,”ujarnya.
Meskipun demikian, dirinya memberikan apresiasi besar, dengan banyaknya peraturan yang dirilis pemerintah, khususnya peraturan pemerintah (Permen) ESDM yang menggambarkan bahwa pemerintah bergerak, peduli terhadap perkembangan dinamika industri migas dan ingin terus memacu produksi minyak dalam negeri.
Hanya saja, pemerintah dalam merilis aturan harus mempertimbangkan nilai keekonomian bagi investor serta harus memastikan adanya kepastian hukum.
Kedua hal ini yang menurut Marjolijn belum ada titik temu, dan perbedaan yang tidak banyak ini bisa berdampak fatal bagi iklim investasi migas di Indonesia.
Dirinya mencontohkan, kebijakan pemerintah yang dinilainya banyak bolongnya atau tidak adanya kejelasan dan transparansi adalah soal Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No.26/2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi Pada Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi.
Operator lama tetap harus melanjutkan investasi, nantinya hasil keuntungan yang tidak bisa dibawa akan digantikan dengan operator baru.
Persoalannya, bagaimana kalau sumber sumur tersebut tidak ada peminatnya, kata Marjolijn Mayong, pemerintah selalu mengandalkan Pertamina yang akan menanggung ganti ruginya.
“Ini jelas belum memberikan jawaban, padahal Pertamina sendiri belum tentu mau karena memperhitungkan biayanya,” ungkapnya.
Penentuan operator baru yang ditunjuk pemerintah terkadang mepet, sehingga menyulitkan para investor.