News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aturan 'Land Swap' Dinilai Tak Selesaikan Masalah

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas kepolisian berjaga di lokasi kebakaran lahan gambut yang berada di Kelurahan Air Hitam, Payung Sekaki, Pekanbaru, Kamis (11/8). Sebanyak puluhan personel pemadam gabungan dari berbagai unsur diterjunkan dibantu oleh alat berat yang bekerja sepanjang hari untuk membangun embung penampung air akibat jauhnya sumber air dari lokasi kebakaran hingga menyulitkan proses pemadaman. Tribun Pekanbaru/Melvinas Priananda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Forum Perjuangan Ekonomi dan Sosial Gambut Riau (FPESGR) Elwan Jumandri menanggapi lahirnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P.40/2017 tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Elwan menilai Permen P.40/2017 atau yang disebut Permen Land Swap sama sekali tidak menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan di Permen P.17/2017. “Ini namanya tetap tidak menyelesaikan, ya. Sebab, tidak jelas juga permen P.40 itu,” kata Elwan dalam keterangan tertulis, Selasa (18/7) .

Elwan menjelaskan, Permen LHK P.40/2017 pada Pasal 7 ayat 1 menyebutkan areal lahan usaha pengganti (land swap) diajukan oleh pemegang IUPHHK-HTI paling lama enam bulan sejak revisi RKUPHHK-HTI disahkan.

Menurut Elwan, aturan seperti itu tidak mempermudah pemegang izin usaha. Sebab, pemegang izin usaha harus mencari dan mengajukan sendiri wilayah mana yang akan dijadikan lahan pengganti.

Pemerintah hanya menyediakan peta indikatif arahan pemanfaatan hutan produksi dan lahan-lahan yang dianggap tidak produktif.

Alokasi land swap diarahkan pada areal bekas HTI yang memiliki kinerja tidak bagussehingga dicabut izinnya atau dikembalikan. Padahal, lahan-lahan seperti itu kebanyakan adalah lahan konflik.

“Kan sama saja menambah masalah untuk perusahaan. Diajukan lahan-lahan konflik kemudian setelah ada konflik baru mediasi. Seharusnya KLHK ngasih lahan-lahan yang sudah bersih dari konflik, ” ujar Elwan.

Jadi, meskipun Permen P.40/2017 menjanjikan akan memberi dukungan penanganan dan penyelesaian konflik, itu akan makan waktu dan merugikan.

Elwan mengaku sampai saat ini pihaknya belum diajak berdiskusi atau disosialisasikan oleh KLHK terkait Permen Land Swap ini. Elwan berharap pemerintah dalam hal ini KLHK bisa bijak dalam mengeluarkan kebijakan.

Senada dengan Elwan, perwakilan FPESGR dari unsur pekerja Nursal Tanjung yang juga Ketua SPSI Riau menganggap Permen LHK P.40/2017 sama sekali tidak memberi solusi pada nasib pekerja yang terancam.

Land swap mungkin bisa sedikit mengurangi kerugian pengusaha, namun tidak bagi pekerja. "Land swap itu di mana lahannya kalau di Riau yang 60 perse gambut. Kalau perusahaan mendapat land swap ke daerah lain, memindahkan sekian pekerja itu bukan perkara mudah, nasib pekerja tetap akan terancam,” ujar Nursal.

Sebagaimana diketahui, Permen LHK P.40/2017ditandatangani 4 Juli 2017 dan mulai disosialisasikan 13 Juli lalu. Itu merupakan aturan lanjutan dari serangkaian aturan yang dikeluarkan Menteri LHK mengenai pengelolaan lahan gambut.

Dalam Permen LHK P.40/2017 terdapat tiga fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap dunia usaha hutan tanaman industri. Pertama, fasilitas dukungan penanganan dan penyelesaian konflik.

Kedua, Fasilitas dalam rangka Perhutanan Sosial. Ketiga, fasilitas pemberian areal lahan usaha pengganti (land swap).

Permen P.40/2017 juga mengatur tata cara pengajuan land swap bagi pemegang IUPHHK-HTI yang terkena dampak PP.57 tahun 2016 tentang tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan Permen LHK P.17/2017 tentang tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.(Yudho Winarto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini