TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta tidak memberikan rekomendasi ekspor mineral mentah kepada perusahaan tambang yang hanya bermodal pada komitmen dan proposal pembangunan smelter, tanpa ada progress pembangunan.
Apalagi pemberian rekomendasi ekspor mineral mentah itu disinyalir melanggar prosedur dan ketentuan yang berlaku, karena akan sangat merugikan negara.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara mengatakan, Kementerian ESDM telah melakukan kecerobohan dengan menerbitkan rekomendasi ekspor bijih mineral kepada PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) dan PT Dinamika Sejahtera Mandiri (DSM) pada 4 Juli 2017.
Rekomendasi ini diyakini cacat prosedur dan melanggar ketentuan peraturan yang yang berlaku. Sesuai Permen ESDM Nomor 6/2017, rekomendasi ekspor biji mineral sebagai syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor, hanya akan diberikan jika perusahaan telah menyerahkan dokumen studi kelayakan yang komprehensif, dan dinyatakan layak oleh tim penilai (verifikator) independen, serta disetujui pula oleh Pemerintah.
Baca: Keran Ekspor Dibuka, Industri Smelter Terancam Bangkrut
"Tanpa syarat-syarat tersebut, maka rekomendasi ekspor yang diberikan dianggap illegal dan hal ini berpotensi merugikan keuangan negara. Kementerian ESDM telah sewenang-wenang dan melanggar hukum dengan memberikan rekomendasi ekspor tanpa kajian kelayakan yang benar dan dievaluasi oleh tim independen," katanya beberapa waktu lalu.
Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Hasanuddin, Abrar Saleng, mengatakan, hal yang paling krusial dari pembangunan smelter adalah komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan UU Minerba.
Relaksasi ekspor yang diberikan pada perusahaan harus sesuai dengan tujuan, yakni agar smelter segera terbangun dan beroperasi.
Oleh karena itu, dalam memberikan rekomendasi ekspor Pemerintah harus benar-benar selektif dan tidak asal diberikan.
Baca: Marwan Batubara: Petroleum Fund dan Dana Stabilitas BBM Berbeda
"Harusnya perusahaan yang diberikan rekomendasi adalah perusahaan sudah komit dalam membangun smelter yang dilihat dalam bentuk bukti fisik seperti lahan, bangunan, dan lain. Bukan dalam bentuk komitmen dan proposal karena itu semua perusahaan bisa melakukannya. Yang dilihat Pemeritah bukan komitmennya tetapi kemajuannya," kata dia.
Koordinator Nasional Publish What You Pay, Maryati Abdullah, menegaskan, rekomendasi ekspor mineral dengan kuota terbatas hanya diberikan bagi yang komit untuk membangun smelter. Namun, sejak awal pihaknya menolak adanya ekspor bijih mentah.
Pihaknya tidak sepakat dengan PP dan Permen yang masih mengizinkan ekspor bijih mineral. Kebijakan tersebut merupakan kemunduran dari tahun 2014. Pemerintah harusnya tegas dan konsisten bahwa bijih mineral dilarang diekspor.
Merugikan Negara
Marwan menambahkan, pihaknya mengkhawatirkan akibat penerbitan surat tanpa kajian kelayakan yang benar, operasi perusahaan tersebut akan berpotensi merusak lingkungan, dan berdampak pada aspek sosial kemasyarakatan, serta mengganggu stabilitas politik dan ketahanan nasional, terutama dalam melindungi kedaulatan sumber daya alam nasional.
Penerbitan surat rekomendasi ekspor itu, lanjut Mawan, jelas terindikasi bernuansa korupsi, karena ditujukan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain. Pihaknya meminta seluruh jajaran di kementerian yang terlibat dalam kasus ini harus dituntut secara hukum.
"Kami berinisiatif melaporkan kasus ini ke KPK, dan meminta KPK beserta lembaga penegak hukum lainnya untuk melakukan investigasi dan penyidikan atas kebijakan yang merugikan negara dan berindikasi korupsi ini," tegas Marwan.