News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Putusan MA Tuai Pro Kontra di Kalangan Pengusaha Taksi Online

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puluhan pengemudi UberMotor (Ojek Online)melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Uber Indonesia Jalan MH Thamrim, Jakarta Pusat, Senin(21/8/2017). Mereka menuntut tuntutan kenaikan tarif dasar, asuransi, serta kejelasan status mitra. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan uji materi Permenhub 26/2017 ternyata masih menuai pro kontra di kalangan pengusaha taksi online.

Hal itu lantaran terdapat 14 poin dalam aturan Permenhub tersebut yang akhirnya harus dianulir.

Sekretaris Jenderal Jasa Transportasi Usaha Bersama (JTUB) Musa Emyus menyatakan bahwa peraturan tersebut masih menuai pro kontra di koperasi JTU.

"Keputusan MA masih disikapi secara beragam oleh anggota. Karena putusan itu belum tentu menguntungkan anggotanya," ujar Musa ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (24/8/2017).

Koperasi JTUB, yang merupakan wadah bagi mitra taksi online Uber Indonesia itu, menekankan kepada masalah kuota unit kendaraan dan batasan tarif.

"Karena teman-teman pemikirannya berbeda-beda, maka isu itu (kuota dan tarif) masih pro kontra," ujar Musa.

Baca: Berawal Dari Taksi Online, Mahasiswi Ini Tergiur Jadi Model Lalu Diperas Sopir Karena Foto Syur

Lebih lanjut, Musa mengungkapkan ada keuntungan yang didapat dari mitra Uber perihal putusan MA tersebut.

Keuntungan yang dimaksud adalah pembatalan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang harus berbadan hukum, yang dikeluarkan melalui Keputusan MA bernomor 37 P/HUM/2017.

"Teman-teman menyambut baik, sebab mereka terbebas dari kewajiban layaknya transportasi angkutan publik," ujar Musa.

Meski begitu, Musa menegaskan jika pihaknya akan selalu mematuhi seluruh regulasi yang dibuat oleh Kementerian Perhubungan.

Menurutnya, kehadiran taksi online justru mampu membuat persaingan yang sehat dengan taksi konvensional.

‎Sebelumnya, putusan Nomor 37 P/HUM/2017 ditetapkan dalam rapat permusyawaratan MA yang diadakan pada 20 Juni 2017 lalu.

Dalam keputusannnya MA menyebut bahwa 14 poin peraturan itu harus dicabut karena bertentangan dengan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pas 7 UU Nomor 20/2008, karena dianggap tidak membantu usaha untuk tumbuh berkembang.

‎Selain itu, poin-poin tersebut juga bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009, yang menetapkan bahwa tarif ditentukan berdasar tarif batas atas dan batas bawah yang diusulkan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukannya didasarkan pada kesepatan antara konsumen dan perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini