TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebutkan penjualan listrik hingga Agustus 2017 mencapai 146,365 GWH atau mengalami pertumbuhan sebesar 2,8 persen.
Sayangnya Direktur PLN, Ahmad Rofik, mengatakan realisasi tersebut turun jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
"Memang ini menurun dibanding 2016 dan tahun-tahun sebelumnya," tutur Rofiq saat ditemui di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2017).
Berdasarkan data PLN, pada 2016 penjualan listrik PLN mencapai 216.004 GWH atau naik 6,49 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015 yang mencapai 202,846 GWH atau sebesar 2,14 persen.
Adapun rincian penurunan listrik yang dibagi menjadi tiga sektor adalah listrik rumah tangga sebesar 0,2 persen, listrik bagi pelanggan bisnis 2,52 persen, dan listrik bagi pelanggan industri sebesar 2,2 persen.
Lebih lanjut, Ahmad Rofiq menjelaskan PLN pun melakukan survei internal untuk mengetahui alasan penurunan tersebut hingga diketahui kalau penurunan pada rumah tangga terjadi karena mereka sangat sensitif dengan harga, daya beli yang menurun, dan peggunaan perakatan hemat energi seperti lampu LED.
"Kalau rumah tangga yang disebabkan memang rumah tangga itu sensitif terhadap harga. Kebanyakan rumah tangga menggunakan lampu hemat energi seperti LED," ucap Rofiq.
Kemudian para pelanggan rumah tangga juga kebanyakan telah menggunakan photovoltaic atau panel surya untuk energi yang mengubah sinar matahari menjadi listrik yang mampu mengurangi beban per bulan hingga 59.371 kwh.
Lalu, untuk pelanggan bisnis penurunan terjadi karena menurunnya konsumusi pelaku bisnis akibat pengurangan penggunaan AC karena menurunnya suhu rata-rata harian, hingga perkembangan e-commerce yang membuat pengunjung pusat bisnis sepi.
"Kemudian juga ada perilaku konsumen yang mulai bergeser ke e-commerce. Jadi ada beberapa shopping center yang mulai sepi, dan menyebabkan terjadinya penurunan pemakaian listrik," ungkap Rofik.
Untuk pelanggan industri penurunan terjadi, karena target pertambahan pelanggan industri tidak tercapai, dan banyaknya industri yang membangun pembangkit sendiri.
"Pelanggan membangun pembangkitnya sendiri, dari data kami totalnya ada 188.000.215,99 kWh. Jadi ada penurunan yang kami catat. Kemudian ada pertumbuhan impor barang jadi sampai Mei 2017 15,6 persen jadi mengalami tekanan produk dalam negeri, sehingga menyebabkan turunnya penggunaan listrik," pungkas Rofik.