News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua FLAIPGR: Permendag Seharusnya Dibatalkan, Bukan Ditunda

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR) Dwiatmoko Setiono meminta pemerintah, khususnya Menteri Perdagangan, membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas.

Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan seluruh pelaku usaha yang memerlukan gula kristal rafinasi untuk mengikuti sistem lelang secara online, atau satu pintu.

Kini, hasil beberapa kajian, pemerintah menunda penerapan lelang hingga 8 Januari 2018, sebelumnya direncankan berlaku pada 1 Oktober 2017.

“Bukan lagi ditunda, sudah seharusnya Permendag dibatalkan. Karena aturan itu akan banyak memunculkan masalah,” kata Dwiatmoko dalam keterangan yang diterima, Rabu (27/9/2017).

Menurut Dwiatmoko, peraturan tersebut justru membuat pemerintah tidak berlaku adil kepada pelaku usaha kecil menengah dan mikro (UMKM).

Alasannya, kata Dwiatmoko mengingatkan, Indonesia hanya memiliki 11 produsen gula. Itu pun terletak di lima wilayah, yakni satu di Medan, satu di Lampung, tujuh di Cilegon, satu di Cilacap, dan satu di Makassar

“Padahal kita punya jutaan pelaku UMKM yang terletak di 700-an kota/kabupaten. Jadi kalau produsen gulanya hanya ada di lima wilayah, bagaimana cara mengaksesnya?” ujarnya.

Pada persoalan lain, kata dia, tak seluruh wilayah memiliki akses internet, termasuk pelaku usahanya yang melek teknologi.

Alhasil, kondisi ini justru semakin menutup akses pelaku usaha untuk mendapatkan gula rafinasi.

Belum habis, Dwiatmoko mencatat, sistem yang dibuat lewat Permendag 40 juga akan membuat ongkos pelaku usaha membengkak.

“Bayangkan, jika produsen gula yang melakukan lelang hanya ada di lima wilayah, bagaimana wilayah-wilayah lain akan mengirimkan stok gula yang dibeli. Ongkos pengiriman akan menambah beban usaha. Ini tidak sehat,” tuturnya.

Dalam sistem lelang, kata Dwiatmoko, pembelian dibatasi minimal 1 ton. Padahal, ia mengingatkan, hanya ada sedikit UMKM yang memiliki kemampuan membeli gula seberat 1 ton.

“Selama ini, rata-rata kebutuhan gula untuk UMKM hanya 1-2 kuintal per bulan,” ungkapnya.

Menurut Dwiatmoko, untuk mengakomodasi kebutuhan UMKM terhadap gula, pemerintah seharusnya bekerja sama dengan Bulog untuk mendistribusikan gula.

Skema ini dinilai lebih efektif, termasuk tidak memunculkan masalah baru.

Lewat lelang, ia khawatir PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) akan memungut biaya transaksi sebesar Rp 85.000 per ton bagi kontrak yang sudah berjalan, serta Rp 100.000 per ton bagi spot order.

“Ini bisa memunculkan disparitas harga. Sementara gula impor dari Thailand dan Malaysia jauh lebih murah,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini