TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kendati sama-sama belum mengantongi izin pembayaran uang elektronik (e-money) dari Bank Indonesia, PayTren bersama Grab tengah menjajaki kerja sama pengembangan bisnis.
Paytren merupakan teknologi transaksi pembayaran yang dikembangkan PT Veritra Sentosa Internasional (Treni) milik Ustadz Yusuf Mansur.
Adapun Grab adalah penyedia aplikasi transportasi online yang berbasis di Singapura. Grab sendiri memiliki aplikasi pembayaran uang elektronik bernama GrabPay. Paytren kini dibekukan lantaran masih belum mengantongi izin.
Saat ini operasional PayTren tengah dibekukan sementara waktu oleh Bank Indonesia, bersama penyedia jasa dompet elektronik lain seperti Bukalapak dan Tokopedia. Bank Sentral pun meminta manajemen PayTren mengajukan izin agar bisa beroperasi kembali.
GrabPay juga memiliki persoalan serupa dengan PayTren. Kepala Divisi Perizinan Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Siti Hidayati mengatakan layanan dompet elektronik GrabPay juga masih belum mengantongi izin operasi dari bank sentral.
Bahkan, hingga awal Oktober 2017, Grab diketahui belum mengajukan perizinan untuk mengoperasikan e-money. Namun, berbeda dengan yang lain, Bank Indonesia tidak membekukan GrabPay.
Komisioner Ombudsman Indonesia, Alvin Lie, mendesak Bank Indonesia tegas terhadap perusahaan penyedia layanan transaksi e-money yang belum mengantongi izin.
Menurut Alvin, ketegasan bank sentral sangat dibutuhkan demi menjaga keamanan uang milik masyarakat. Jangan sampai masyarakat dirugikan karena dananya diinvestasikan atau diputar tanpa sepengetahuan Bank Indonesia.
“Jadi saldo-saldo milik konsumennya harus segera dikembalikan sampai ada izin,” pungkasnya.
Kendati sama-sama belum mengantongi izin pembayaran uang elektronik (e-money) dari Bank Indonesia, PayTren bersama Grab tengah menjajaki kerja sama pengembangan bisnis.
Yusuf Mansur menjelaskan kerja sama tersebut merupakan upaya PayTren mengembangkan bisnis dan ekspansi. “Bukan diakuisisi, tapi kerja sama pengembangan atau ekspansi,” ujar Yusuf saat dihubungi, Selasa (10/10). Yusuf mengatakan, target terdekat saat ini adalah mendapat izin dari Bank Indonesia, terutama perizinan di sektor e-money.
Proses pengajuan perizinan e-money sendiri dirancang dengan ketat oleh Bank Indonesia untuk melindungi konsumen. Akan sangat berbahaya jika ketatnya proses ini, dan sanksi tegas berupa penutupan membuat pelaku jadi fokus ke jual beli lisensi. Walaupun Peraturan BI PTP tahun 2016 sudah mengatur bahwa jual beli tetap perlu persetujuan BI, kemungkinan lisensi dijadikan alat mencari keuntungan masih ada.