TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dua puluh lima petani dan pengusaha nata de coco atau sari kelapaberkumpul di Puncak Bogor 18-19 Oktober 2017 lalu.
Berasal dari Jogjakarta, Pekanbaru, Sidoarjo, Majalengka, Bogor, Bandung dan lainnya, sebelumnya mereka menghadiri acara bedah buku Selamatkan Pohon Kehidupan, Mengembalikan Kejayaan Kelapa Indonesia di DPR RI Senayan.
Rapat yang difasilitasi Sahabat Kelapa Indonesia didasari keresahan petani nata de coco. Awal Oktober masyarakat dikejutkan berita penggerebekan usaha nata oleh kepolisian.
Berita yang muncul nata dicampur pupuk atau bahan berbahaya. Tak ayal penggerebekan yang telah berulang terjadimembuat petani resah. Akibatnya beberapa usaha nata yang kebanyakan UKM tutup.
Rapat koordinasi diselingi seminar yang menghadirkan pembicara Ruth Melliawati dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dan Prof. Made Astawan guru besar Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang memaparkan aspek keamanan pangan nata de coco. Turut hadir pula Direktur IKM Pangan Kementerian Perindustrian Sudarto serta Trisna Ulfatmi dari Kementerian Perdagangan.
Melli demikian panggilan peneliti senior Biotekologi LIPI memaparkan pembentukan serat nata oleh bakteri Acetobacter Xyliniummembutuhkan nitrogen dari pupuk ZA atau Urea. Pupuk diurai menjadi nutrisi bagi pertumbuhan bakteri nata de coco. Oleh karena itu singkatnya serat nata yang terbentuk tidak mengandung bahan kimia karena ia berupa selusosa. Nata de coco aman untuk dikonsumsi.
Hal senada dipaparkan oleh Made Astawan, guru besar dari IPB ini menguraikan hasil penelitian rekannya DR. Siti Nurjanah yang melakukan penelitian nata de cocopada 7 pengrajin nata di Bogor dan Cianjur.
Hasilnya kandungan logam berat nata masih dibawah batas SNI, asalkan dilakukan dengan cara produksi yang baik (good manufacturing practice). Kandungan logam berat malah didapatkan dari penggunaan kertas koran atau peralatan yang tidak bersih atau tercemar.
Peserta rapat berencana menggelar kongres nasional Januari 2018 yang akan menghadirkan 300 petani dan pengusaha nata de coco se Indonesia. Sularto produsen sari kelapaasal Tangerang yang terpilih sebagai koordinator pelaksanaan kongres berharap petani dan pengusah bersatu mencari solusi berbagai permasalahan demi memperkuat industri nata nasional.
Sementara Bayu Gunawan dari Sidoarjo merasa prihatin terhadap usaha yang dijalankan oleh rekan-rekan UKM yang mendapat kunjungan pihak kepolisian. Ia sempat ke Majalengka mengunjungi pabrik rekannya Uuk Abdurahman untuk memberikan dukungan. Ia berharap ini tidak terjadi lagi ke depan,semuapihakperlu diedukasi bahwa nata de coco aman dikonsumsi pungkasnya.
Menanggapi keresahan petani nata de coco, Astawan menyarankan agar petani membentuk forum komunikasi untuk menyuarakan dan memperjuangkan usahanya. Sementara itu Ardi Simpala dari Sahabat Kelapa Indonesia berharap forum ini diperkuat secara nasional dengan visi yang lebih besar. Nantinya dapat berjuang bersama pengusaha kelapa lainnya memperjuangkan kelapa Indonesia.