Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia terus membidik kenaikan kapitalisasi pasar (market cap) Indeks Harga Saham Gabungan (ISHG).
Salah satu cara mendongkrak market cap adalah dengan mendorong perusahaan yang sudah melantai di bursa efek di luar negeri untuk mencatatkan sahamnya di BEI atau disebut juga dengan dual listing.
Dual listing tersebut juga berlaku sebaliknya bagi perusahaan yang sudah tercatat di Indonesia dan ingin melantai di pasar modal luar negeri.
BEI mendeteksi saat ini ada 52 perusahaan yang sudah tercatat di luar negeri berpotensi melakukan dual listing di Indonesia. Sebagian dari mereka berasal dari sektor tambang, lainnya dari sektor logistik dan properti.
“Kita berharap mereka bisa listing di BEI, kalau ada konsideran lain, kan kita tidak dalam posisi melarang juga, nantinya kalau valuasinya merasa lebih bagus di sana, atau investornya ada di sana, tentunya dari sisi negara juga bagus kenapa, karena ada fresh money,” kata Direktur BEI, Samsul Hidayat di Gedung BEI, Sudirman, Jakarta, Kamis (21/12/2017).
Samsul menyebut, saat ini opsi dual listing sangat terbuka bagi perusahaan tercatat di Indonesia yang mau melantai di luar negeri. Namun, hal tersebut kembali pada emiten, karena bagian dari rencana bisnis perusahaan.
“Dua listing silakan saja untuk perusahaan yang tercatat di Indonesia mau mencatat di negara lain, juga boleh aja. Artinya bukan boleh saja, itu bisnis, mereka bisa dual listing,” tambah Samsul.
Saat ini, lanjut dia, peraturan dual listing bagi perusahaan asal indonesia yang sudah tercatat di luar negeri dan mau listing di BEI, perusahaan harus menggunakan sertifikat penetapan efek di Indonesia.
Sementara itu, bagi perusahaan tercatat di Indonesia yang ingin listing di luar negeri harus mengikuti aturan yang ada di luar negeri.
“Itu bisa pakai direct listing, mereka harus register di negara tersebut,” lanjut dia.
Sementara itu, secara terpisah, Direktur Utama BEI, Tito Sulistio mengatakan, dengan dilakukannya dual listing 52 emiten potensial dan melantainya 9 anak usaha BUMN, bukan tidak mungkin market cap BEI akan menyentuh level Rp 10.000 triliun dalam dua tahun ke depan.
“Kalau dibantu semua stakeholder pemerintah di pasar modal, bisa dapat Rp 10.000 triliun,” kata Tito.
Dengan nilai kapitalisasi pasar yang tinggi, lanjut Tito, Indonesia akan mendapatkan berbagai keuntungan. Terutama untuk mencari tambahan modal melalui investasi dari luar negeri.
"Kalau kita ingin bertahan dalam keadaan persaingan yang sangat brutal dalam mencari dana untuk investasi di dunia, market cap harus Rp10.000 triliun,” pungkasnya.