Laporan Reporter Kontan.co.id, Febrina Ratna Iskana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembentukan holding BUMN migas semakin jelas. Pemerintah telah menetapkan skema holding BUMN migas yaitu dengan melakukan imbreng saham pemerintah di PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) ke PT Pertamina (Persero).
Namun, jumlah saham pemerintah yang sebesar 57% di PGN tidak seutuhnya diserahkan ke Pertamina. Pemerintah masih memegang satu saham seri A atau biasa disebut dwiwarna.
Melalui saham dwiwarna, pemerintah melalui Kementerian BUMN masih memegang kendali layaknya pemegang saham mayoritas.
Langkah ini menuai kritik anggota Komisi VI DPR, Inas Nasrullah.
Menurut Inas, pemerintah seharusnya tidak memegang kendali melalui satu saham dwiwarna. Sebab saham PGN juga ada yang dikuasai oleh publik.
"Apakah pemegang saham lain nyaman pemerintah punya saham 1% tapi bisa memiliki kendali di PGN. Pemerintah tidak bisa sewenang-wenang karena ada saham publik. Saham terbesar Pertamina tapi dengan satu saham, pemerintah punya kewenangan yang besar," jelas Inas, Minggu (14/1/2018).
Baca: KPPU: Data Produksi Beras yang Dipublikasikan BPS dan Kementan Kredibilitasnya Rendah
Baca: Bikin Perseroan Terbatas Kini Tak Perlu Lagi ke Notaris dan Bank
Inas menyebut pemerintah seharusnya memiliki kendali terhadap PGN melalui Pertamina, bukan melalui saham dwiwarna.
Apalagi menurut Inas, saham dwiwarna alias golden share ini tidak diatur dalam Undang-Undang BUMN. Untuk itu, pemerintah dengan DPR seharusnya membuat memasukan aturan mengebai saham dwiwarna ini ke dalam UU BUMN terlebih dahulu.
"Saham 1% golden share payung hukumnya dimana? Di atasnya (PP 72/2016) tidak ada. Di UU BUMN baru itu harus dimasukkan," katanya.
Di sisi lain, Inas mengapresiasi langkah pemerintah untuk menggabungkan PGN dan Pertagas. Menurutnya, jika Pertagas diimbrengkan ke PGN, maka bisa membawa keuntungan bagi Pertamina.