TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Logistik dan Forwarders Indonesia (DPP ALFI), Yukki Nugrahawan Hanafi mengungkapkan, tarif jasa labuh di Indonesia merupakan yang termahal di Asia Tenggara. Melalui pemangkasan tarif, kemungkinan besar produk Tanah Air akan lebih kompetitif.
"Hal ini tentu akan menaikkan daya saing ke pelabuhanan kita. Jadi kalau kita ingin bersaing di tingkat regional hal ini harus dilakukan, di mana dan kita ketahui bersama dari data yang ada memang kita lebih tinggi dibanding pelabuhan lain di Asean," kata Yukki di Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Lebih lanjut Yukki menjelaskan, ada dua tarif pelabuhan, yaitu laut dan darat. Dari sisi laut tentu hubungannya dengan kapal. Sedangkan dari sisi darat, berhubungan erat dengan pelaku logistik.
Yukki juga menjelaskan, rata-rata tarif pelabuhan di Indonesia lebih mahal 25-35 persen ketimbang pelabuhan di ASEAN. Yukki juga mengingatkan, bahwa kegiatan utama di pelabuhan adalah bongkar muat, bukan sebagai tempat penyimpanan (storage).
Dirinya berharap, agar rencana ini segera direalisasikan karena berdampak signifikan pada biaya logistik nasional. Pekerjaan rumah selanjutnya bagi operator pelabuhan adalah meningkatkan level pelayanannya.
Yukki juga mendukung Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 120 Tahun 2017 tentang Pelayanan Pengiriman Pesanan Secara Elektronik atau Delivery Order Online (DO Online) Barang Impor di Pelabuhan. Menurutnya aturan ini mempercepat distribusi logistik.
"Kita sudah harus masuk dalam satu kesatuan sistem (one dashboard). Kecepatan proses, data visibility, dan integritas data yang accountable," harapnya.
Seperti yang diketahui, Kementerian Perhubungan berencana memangkas tarif jasa labuh sebesar 40%. Pemangkasan tarif ini merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi biaya logistik.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan selain tarif jasa labuh, beberapa jenis tarif yang menjadi komponen penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga bakal dipangkas.
"Range penurunannya cukup banyak, mungkin bisa 40%," ujar Budi Karya.
Budi Karya mengakui, pemangkasan tarif bakal menurunkan penerimaan PNBP di kementerian yang dia pimpin. Oleh karena itu, Kemenhub bakal segera berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan terkait dampak kebijakan penurunan tarif tersebut. Dia memperkirakan, dalam jangka pendek, penerimaan dari pungutan PNBP bakal berdampak cukup signifikan bila tarif dipangkas.
Untuk diketahui, Kemenhub merupakan salah satu kementerian/lembaga yang menyumbang PNBP terbesar. Pada 2017, kontribusi PNBP dari Kemenhub mencapai Rp 9,28 triliun atau nomor dua terbesar setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Adapun, dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2018, jumlah PNBP Kemenhub mencapai Rp 7 triliun.