Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro menyatakan di era ekonomi digital persaingan kerja akan semakin ketat.
Bahkan, pekerjaan tersebut berpeluang digantikan oleh mesin atau robot seiring dengan makin canggihnya teknologi.
Bambang membeberkan, hasil penelitian lembaga konsulten manajemen global, McKinsey menyatakan 52,6 juta pekerjaan karena adanya proses otomatisasi itu. Angka tersebut setara dengan 52 persen angkatan kerja di Indonesia.
“Sebanyak 60 persen jabatan pekerjaan di dunia memakai otomasi. 30 persen akan digantikan oleh mesin canggih,” papar Bambang saat menjadi pembicara kunci di acara Seminar Ekonomi Nasional, Quo Vadis Digital Ekonomi Indonesia di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Bambang merinci, setidaknya ada beberapa sektor yang berpotensi tergerus oleh otomatisasi. Pertama, pertanian sebanyak 49 persen.
Di sektor manufaktur, bisa tergerus 65 persen. Konstruksi sebantak 45 persen, dan transportasi dan pergudangan 64 persen.
Jika ditelisik lebih lanjut, rata-rata pekerjaan yang berpotensi hilang tersebut adalah jenis pekerjaan yang sifatnya operator, sehingga jenis pekerjaan itu tidak lagi relevan ketika ada teknologi yang canggih.
“Ini masalah di banyak negara, bukan cuma indonesia,” lanjut Bambang.
Namun demikian, Bambang menyebut masih ada beberapa sektor pekerjaan yang masih akan tetap eksis di masa depan. Pekerjaan tersebut, rata-rata memiliki keahlian yang spefisik dengan keterampilan menengah tinggi.
Baca: Mantan CEO OLX Mendaftar Jadi Caleg PSI
Baca: Apa yang Paling Dicari Emak-emak di Mesin Pencari? Hasil Riset Google Ini Mengejutkan
“Arsitek, surveyor, manajer konstruksi, pengawas konstruksi dan pekerja masih ada. Gak mungkin semua jembatan dibangun robot,” kata Bambang.
Lebih lanjut Bambang menyebutkan, jenis pekerjaan yang juga akan tetap eksis adalah yang bekerja di industri kreatif seperti seniman.
Selain itu, kata dia, guru dan dosen juga akan tetap dibutuhkan kendati sekarang sudah jamannya kuliah dengan video conference.
“Meski itu universitas jarak jauh, beda rasamya kuliah video conference dengan kuliah ketemu langsung,” kata dia.